Pengusaha Anggap Aturan Kemasan Polos Berpotensi Langgar UU Konsumen

ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA
Wacana kemasan polos datang dari Kementerian kesehatan yang berencana menerapkannya pada produk rokok.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Agustiyanti
9/10/2019, 21.45 WIB

Ketua Komite Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Doni Wibisono menilai penerapan kemasan polos berpotensi melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

"Ini agak aneh karena kemasan dan label di packaging makanan dan minuman itu memuat informasi untuk konsumen," kata dia di Jakarta, Rabu (9/10).

Menurutnya, kemasan harus memuat tabel nutrisi hingga komposisi produk. Terlebih lagi, konsumen saat ini semakin pintar dalam membaca kandungan produk.

Dalam Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha wajib mencantumkan tanggal kedaluwarsa atau jangka waktu penggunaan atas barang tertentu. Selain itu, pelaku usaha wajib memasang label yang memuat nama barang, ukuran, berat atau isi bersih, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, dan keterangan lainnya.

(Baca: Khawatir Rokok Ilegal Meluas, Kemenperin Tolak Penerapan Kemasan Polos)

Di sisi lain, penerapan kemasan polos dapat menghilangkan nama merek yang dibentuk dalam jangka waktu lama serta biaya yang besar. Menurutnya, butuh proses panjang untuk membangun sebuah brand hingga melekat pada konsumen.

"Sekarang orang sudah tau merek dari kemasan air mineral botol dengan tutup biru, meskipun label sudah dilepas," ujar dia.

Ia juga menilai, penerapan bungkus polos dapat menimbulkan persaingan tidak sehat di kalangan pengusaha. Sebab, produsen dapat menciptakan produk dengan mudah tanpa merancang kemasan. Padahal, konsumen memilih produk berdasarkan harga dan kualitasnya.

Bila kemasan polos diterapkan, konsumen dapat kebingungan memilih merek yang ia inginkan. "Akhirnya konsumen bingung beli yang mana, jadi mereka bisa stop membeli," katanya.

Kementerian Perindustrian menilai penerapan kemasan polos dan pembatasan merek pada sejumlah produk belum tepat dilakukan saat ini. Ini lantaran kebijakan ini berpotensi merugikan beberapa sektor, termasuk industri rokok.

(Baca: Pengusaha Minta Kewajiban Minyak Goreng Kemasan Diterapkan Bertahap)

Kepala Sub Direktorat Industri Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar, Industri Agro, Kementerian Perindustrian Mogadishu Djati Ertanto meramal rokok ilegal akan merajalela jika kemasan polos rokok berlaku. Apalagi, produsen rokok ilegal tidak perlu meniru desain bungkus merek tertentu.

“Mereka akan semakin mudah bergerak,” kata Djati.

Wacana penerapan kemasan polos pertama kali muncul dari Kementerian Kesehatan untuk produk rokok. Hal ini seiring dengan rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Dalam revisi PP tersebut, Kementerian Kesehatan ingin produsen rokok wajib mencantumkan peringatan bahaya kesehatan 40 persen dari kemasan. 

Reporter: Rizky Alika