Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan pemerintah tak akan tinggal diam merespons penerapan bea masuk produk biodiesel Indonesia ke Uni Eropa sebesar 18%. Kebijakan tersebut menurutnya bakal diadukan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Mahendra mengatakan, gugatan sawit telah berulang kali dilakukan Uni Eropa kepada Indonesia. Menurutnya, langkah Eropa menerapkan bea masuk biodiesel memang bertujuan untuk mematikan industri sawit di pasar Eropa.
"Kita harus sadari walaupun menang mereka akan mengulangi lagi karena memang tujuannya bukan untuk mendapatkan keadilan, tetapi memang untuk mematikan pasar kita di Eropa," kata Mahendra di Jakarta, Kamis (12/12).
(Baca: Hadapi Gugatan Uni Eropa, Jokowi: Jangan Grogi)
Uni Eropa resmi mengenakan bea masuk untuk produk biodiesel Indonesia dengan besaran yang bervariasi antara 8-18% mulai Januari 2020. Tarif produk kelapa sawit ini akan berlaku selama lima tahun.
Komisi Uni Eropa mengatakan langkah ini merupakan balasan atas subsidi yang diberikan kepada produsen sawit di Indonesia. Mereka menganggap harga biodiesel RI yang telah disubsidi pemerintah telah merugikan produsen di Benua Biru.
Mahendra berharap konflik tersebut tidak akan mempengaruhi perundingan perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia- Eropa atau European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership (IE-CEPA).
"Memang harapannya tidak, kalau itikadnya kurang baik ya kita bertanya-tanya," kata dia.
Dalam proposal Uni Eropa sebelumnya menyebutkan, tarif bea masuk dikenakan untuk PT Ciliandra Perkasa sebesar 8%, PT Intibenua Perkasatama dan PT Musim Mas (Musim Mas Group) 16,3%, serta PT Pelita Agung Agrindustri dan PT Permata Hijau Palm Oleo (Permata Group) 18%.
(Baca: Kalkulasi Serapan B30 Setelah Eropa Kenakan Bea Masuk Biodiesel)
Kemudian, PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Wilmar Bioenergi Indonesia (Wilmar Group) sebesar 15,7%. Sedangkan perusahaan lainnya dikenakan bea masuk 18%.
Komisi Uni Eropa mengatakan, nilai ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa mencapai 400 juta euro atau setara Rp 6,2 triliun. Sedangkan, pasar biodiesel Uni Eropa diperkirakan mencapai 9 miliar euro atau hampir Rp 140 triliun per tahun.
Tak hanya RI, Uni Eropa juga telah mengenakan bea masuk anti subsidi pada produsen biodiesel Argentina. Namun, Negeri Tango itu memiliki akses bebas tarif sekitar 1,2 juta ton selama tidak menjual lebih rendah dari harga minimum yang ditetapkan.