Pengusaha Mal Minta Gubernur Anies Revisi Pergub Kantong Belanja

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Seorang wanita berbelanja di store Matahari, Cibinong City Mall, Bogor, Jawa Barat (1/3). Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta tentang kantong belanja ramah lingkungan direvisi.
Penulis: Ekarina
9/1/2020, 15.49 WIB

Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta yang diteken Anies Baswedan mengenai kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan direvisi. Sebab, sanksi yang ditetapkan dalam aturan itu dinilai memberatkan dan tidak tepat sasaran.

Pergub Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan dan Pasar Rakyat diundangkan pada 31 Desember 2019 dan akan berlaku efektif 1 Juli 2020.

"Terkait beberapa pasal di dalam Pergub tersebut, menurut kami tidak tepat sasaran bila semua sanksi dibebankan kepada pengelola pusat belanja yang menyewakan atau mall strata title," kata Ketua APPBI DKI Jakarta Ellen Hidayat di Jakarta, Kamis (9/1).

(Baca: Menengok Pengelolaan Sampah di Jakarta dan Surabaya)

Ellen menjelaskan, bisnis pengelola pusat belanja adalah menyewakan unit usaha. Sehingga pengelola tidak melakukan penjualan langsung serta tidak bersentuhan dengan tas plastik atau kresek.

Sementara aturan yang dikeluarkan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta itu, menurutnya, dapat dikatakan mengalihkan tanggung jawab. Karena untuk menyukseskan program tersebut, kewajiban juga dibebankan kepada pengelola pusat belanja.

"Kami juga mendapat tekanan harus mengawasi para tenant atau retailer agar tidak memakai tas tidak ramah lingkungan dengan sanksi yang cukup berat antara lain uang paksa hingga Rp 25 juta sampai pencabutan izin usaha pusat belanja," katanya.

Ellen mencontohkan, jika satu pusat belanja memiliki 300 tenant dan kebetulan ada satu tenant yang ditemukan memakai kantong plastik, maka izin mal harus dicabut, sehingga 299 tenant lainnya tidak bisa berbisnis lagi.

Hal itu dinilai merugikan, padahal pusat belanja menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.

(Baca: Kebijakan Cukai Plastik Tak Pecahkan Masalah Sampah di Indonesia)

Karena itu, dia mengimbau agar Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta jika serius ingin menekan pemakaian tas plastik, harusnya melakukannya dengan berkesinambungan. 

Misalnya, dengan mencegah pemakaian dari hulu yaitu membatasi atau meniadakan produksi kantong tersebut dari para produsen dan memastikan tidak produk tersebut tak lagi beredar di masyarakat.

Selain itu, pemeruntah juga dinilai perlu meningkatkan sosialisasi kepada seluruh masyarakat. "Untuk itu, kami minta Pergub tersebut dapat diperbaiki terutama perihal sanksi yang tidak wajar atau tidak tepat sasaran kepada kami selaku pengelola pusat belanja," ujarnya.

Kendati demikian, Ellen mendukung penuh pemakaian kantong belanja ramah lingkungan sebagai upaya menjaga lingkungan yang kini ditegakkan pemerintah, terutama di daerah.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menandatangani Peraturan Gubernur Nomor 142 tahun 2019. Aturan tersebut berisi tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat.

Menurut pemerintah daerah, aturan ini bertujuan mengurangi penggunaan kantong plastik terkhusus di pusat perbelanjaan tradisional maupun swalayan modern.

(Baca: Ditunjuk Anies, JakPro Bangun Ruang Publik di Sebagian Pulau Reklamasi)

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih  mengatakan, aturan pelarangan penggunaan kemasan berbahan dasar plastik ini sudah digodok sejak 2018 melalui tahapan kajian dan penelitian.

Enam bulan sebelum aturan itu efektif, Andono mengatakan baik pihak pemerintah maupun para pengelola pusat perbelanjaan wajib melakukan sosialisasi kepada para pelanggannya. Jika selama masa sosialisasi ditemukan pusat perbelanjaan tidak menyediakan kantong ramah lingkungan maka ada sanksi yang menunggunya.

"Sanksinya bertingkat, bentuknya administratif, dari teguran tertulis, uang paksa, sampai hal itu enggak diindahkan juga ada pembekuan izin sampai pencabutan izin, sanksinya tercantum dalam Pergub itu," kata Andono dikutip dari Antara.

Sanksi tersebut tertuang dalam Pasal 22 hingga 29, yang berisikan tingkatan sanksi- sanksi yang disebutkan oleh Andono Warih.
Terkait uang paksa yang termasuk dalam denda, pada pasal 24 tertulis denda minimum sebesar Rp 5.000.000 dan denda maksimum sebesar Rp25.000.000.

Meski demikian terjadi larangan, ada sedikit pengecualian terhadap kantong kemasan plastik sekali pakai yang masih diperbolehkan untuk mewadahi bahan pangan yang belum terselubung kemasan apapun.

Diharapkan dengan dikeluarkannya aturan ini dapat mengurangi jumlah sampah plastik karena mengharuskan masyarakat memiliki kantong ramah lingkungan untuk berbelanja.

Reporter: Antara