Ada informasi penambahan kapasitas atau mungkin target tahun depan untuk vaksin AstraZeneca?
Carina: Di akhir 2021, suplainya secara global sebanyak tiga miliar dosis. Semoga mencukupi. Kami selalu bekerja untuk mengoptimalkan proses agar hasilnya lebih tinggi dan kapasitasnya lebih besar. Kami tetap bekerja untuk terus mengembangkan prosesnya lebih baik.
Dari tiga miliar dosis, yang sudah terproduksi satu miliar?
Carina: Ya, satu miliar dosis ke 178 negara.
Profesor Sarah Gilbert dikabarkan melepas hak patennya dalam pengembangan vaksin Oxford dan hal itu diapreasiasi dunia karena harga vaksinnya jadi murah. Ada kisah di balik keputusan tersebut?
Carina: Sebenarnya yang punya hak paten bukan hanya Profesor Gilbert. Dia co-inventor. Patennya pun lebih dari satu, sepertinya ada enam. Profesor Gilbert tetap punya patennya, atas nama dia dan beberapa ilmuwan lain.
Tapi selama pandemi ini kami memang tidak akan ambil profit karena untuk kemanusiaan. Itu keputusan Universitas Oxford.
Indra: Misalnya harga vaksin US$ 10 per dosis itu sebenarnya tidak hanya ongkos produksi, tapi ada biaya transportasi, komersialisasi, dan royalti. Pada saat kami mulai out licensing vaksin AstraZeneca, para pemegang paten sepakat tidak akan mengambil royalti.
Komponen royalti tidak dibebankan ke harga vaksin. Yang mahal sebenarnya tempat penyimpanannya karena perlu temperatur terkontrol dan distribusinya memakai cold chain. Itu yang meningkatkan harga vaksinnya. Jadi, tidak hanya royalti yang membuat harga vaksin ini murah, tapi efisiensi dan produksi juga.
Mungkin nanti setelah suplai cukup besar dan permintaan turun, angka royalti bisa masuk ke komponen harga vaksin?
Indra: Itu tergantung kebijakan universitas. Lagi pula vaksin yang beredar saat ini statusnya pemakaian darurat. Jadi, ketika pandemi selesai, vaksin-vaksin Covid-19 yang ada sekarang tidak boleh digunakan lagi. Uji klinisnya harus dibereskan dan perusahaan membereskan lisensinya.
Yang ramai juga soal vaksin adalah tentang efek sampingnya atau kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI). Sempat ada penerima AstraZeneca mengalami pembekuan darah. Tanggapan Anda soal ini?
Indra: Semua obat, semua vaksin itu ada efek sampingnya. Contoh, obat kanker atau kemoterapi itu sangat destruktif bagi tubuh tapi tetap dipakai karena manfaatnya lebih besar dari risikonya.
Dalam kondisi pandemi dan data dari hasil uji klinis, risiko yang ditimbulkan vaksin Covid-19 cukup rendah. KIPI yang paling sering muncul hanya sakit kepala, demam satu sampai dua hari, mual, nyeri di daerah suntikan. Itu tidak berlangsung lama, mungkin hanya satu sampai dua minggu.
Kemudian isu pembekuan darah, mungkin rasionya untuk AstraZeneca satu banding satu juta orang yang sudah divaksinasi. Itu sangat jarang terjadi.
Bayangkan risiko pembekuan darah lainnya yang mengakibatkan fatal, akibat dari konsumsi alkohol, merokok, itu jauh lebih tinggi. Bahkan pembekuan darah yang terjadi akibat Covid-19 sendiri jauh lebih besar dari vaksinasi. Jadi kita tidak melihat ada keuntungan yang terkurangi dari vaksin Covid-19 ini.
Carina: Intinya semua obat ada efek sampingnya. Ada orang yang tidak cocok dengan vaksin tertentu.
Kami senang dengan ada keberadaan berbagai jenis vaksin. Jadi, satu orang yang tidak cocok dengan vaksin ini bisa pakai yang lain. Untuk kasus pembekuan darah, sangat jarang terjadi. Perbandingannya satu dari satu juta orang, dan banyak obat-obat lain risiko pembekuan darahnya lebih tinggi.
Jadi, manfaat vaksin sebenarnya jauh lebih besar daripada efek samping yang tadi sudah disebutkan?
Carina: Ya, apapun vaksinnya. Karena vaksin yang terbaik itu adalah yang kita sudah ada aksesnya. Vaksin itu bersifat mencegah, bukan mengobati.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sempat meminta Mas Indra membantu pengembangan Vaksin Merah Putih?
Indra: Pembentukan dan produksi vaksin tidak bisa berjalan sendiri. Bukan one man standing. Banyak orang di berbagai bidang terlibat.
Kalau soal membantu, saya dan Carina akan happy melakukannya. Kami dari sini juga dapat membantu menjelaskan tahapan mana yang kritis dan harus dilalui. Cuma, sekali lagi, perlu diingat proses pengembangan vaksin tidak hanya (bergantung) satu orang.
Carina: Tidak hanya satu orang, tapi juga perlu waktu yang lama, bertahun-tahun. Perlu usaha yang terus-menerus. Risetnya bukan hanya satu dan dua bulan saja.