Anies Perpanjang PSBB di Jakarta hingga 22 Mei, Berlaku Sanksi Tegas

ANTARA FOTO/Dewanto Samodro
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) didampingi Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang juga Kepala BNPB Doni Monardo (kanan) memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan membahas penanganan virus corona di Jakarta, Rabu (18/3).
Editor: Yuliawati
22/4/2020, 18.32 WIB

Pemerintah provinsi DKI Jakarta memperpanjang masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus mata rantai penularan virus corona atau Covid-19. PSBB kedua akan berlaku mulai 24 April hingga 22 Mei 2020 atau selama 28 hari.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta semua perusahaan dan masyarakat patuh terhadap aturan PSBB demi keberhasilan upaya menghentikan corona. Bila ada yang masih melanggar aturan akan dikenai sanksi tegas.

Dia mengatakan PSBB pertama belum berhasil karena masih banyak yang belum disiplin seperti perusahaan yang masih beroperasi. "Kalau mau pandemi Covid-19 cepat selesai harus sepakat dan kompak. Semakin disiplin menjaga interaksi maka semakin cepat mengurangi risiko penularan," kata Anies saat menggelar konferensi pers di Balaikota Jakarta, Rabu (22/4).

(Baca: Survei Kedai Kopi: 35% Warga Jabodetabek Masih Bekerja di Luar Rumah)

PSBB DKI Jakarta pertama kali berlaku selama 14 hari mulai 10 April hingga 23 April dengan mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/239/2020. Dalam surat keputusan itu, PSBB dapat diperpanjang bila terbukti masih ada penyebaran virus corona di Jakarta.

Anies mengatakan pada tahap pertama PSBB, pemerintah masih dalam tahap edukasi dan sosialisasi sehingga belum menerapkan sanksi tegas. Untuk perpanjangan PSBB, kata dia, tidak ada lagi ampun bagi para pelanggar.

Dia  juga menegaskan larangan mudik bagi  warga Jakarta saat perayaan Idul Fitri. "Bagi yang sudah menabung untuk pulang kampung sementara ditahan dulu uangnya, ini demi kepentingkan bersama," kata dia.



Presiden Joko Widodo resmi melarang mudik pada Selasa (21/4).  Langkah tersebut untuk mengantisipasi penyebaran virus corona meluas ke berbagai daerah di Indonesia.

Larangan ini diputuskan dengan pertimbangan masih banyak masyarakat yang ingin mudik. Berdasarkan survei  Kementerian Perhubungan, masih ada 24% warga yang bersikeras mudik. 

Sebanyak 7% telah melakukan mudik. Sedangkan, 68% sisanya memastikan tidak akan melakukan mudik pada Ramadan dan Lebaran 2020. "Artinya masih ada angka sangat besar 24% lagi (masyarakat yang akan mudik)," kata Jokowi.

Sedangkan berdasarkan hasil Survei Katadata Insight Center (KIC) tentang perilaku mudik terhadap 2.437 responden di 34 provinsi menunjukkan mayoritas responden (63%) tidak akan mudik pada perayaan Idul Fitri tahun ini. Namun, ada 12% yang menyatakan ingin mudik, 21% belum mengambil keputusan dan 4% lainnya lebih dahulu pulang kampung.

(Baca: Survei KIC: Pemudik Akan Didominasi Kaum Muda Berpendapatan Rendah)

Reporter: Tri Kurnia Yunianto