Pendapatan Tertekan Covid-19, PLN Minta Pemerintah Bayar Utang Rp 48 T
Pendapatan Perusahaan Listrik Negara atau PLN tertekan karena pandemi corona. BUMN itu pun meminta pemerintah membayar utang kompensasi sebesar Rp 48 triliun.
Adapun utang pemerintah kepada PLN dihitung sejak 2018 sampai 2019. "Rinciannya, Rp 23 triliun utang kompensasi pada 2018 dan Rp 25 triliun utang 2019. Namun yang 2019 itu masih proses audit oleh BPK,” kata Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini dalam video conference bersama komisi VII, Rabu (22/4).
Dia pun berharap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan berkoordinasi agar pemerintah segera membayar utang. Pasalnya, PLN harus menalangi insentif diskon listrik bagi pelanggan 450 VA dan 900 VA bersubsidi sebesar Rp3,4 triliun.
(Baca: Konsumsi Listrik Anjlok, PLN Proyeksi Pendapatan Turun Rp 44 Triliun)
Selain itu, beban keuangan PLN cukup besar karena harus membayar kewajiban utang dalam bentuk valas. Apalagi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah.
Zulkifli mengatakan PLN memiliki kewajiban pembayaran utang jatuh tempo tahun ini sebesar Rp 35 triliun. Untuk meringankan beban keuangan perusahaan, PLN telah meminta perbankan untuk reprofiling utang.
Dengan begitu, utang jatuh tempo pada tahun ini bisa ditangguhkan hingga tahun depan. "Kami approach ke beberapa bank untuk reprofiling utang tersebut, itu masih dalam proses audit dari BPK," ujar Zulkifli .
Di sisi lain, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mendorong agar pemerintah segera menyelesaikan pembayaran kompensasi tersebut. Pasalnya, kondisi keuangan PLN tergerus akibat adanya pandemi corona.
"Beban-beban ini kalau tidak diselesaikan cepat, secara pribadi, sangat worry dengan PLN," kata Sugeng.
Adapun salah satu poin kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi VII bersama PLN pada Rabu (22/4) yaitu mendesak Direktur Utama PLN meminta pemerintah membayar tunggakan kompensasi listrik 2018 dan 2019.
(Baca: Diminta Perluas Insentif, PLN Menyatakan Tidak Sanggup)