Pemerintah: Kartu Prakerja Jadi Bansos selama Pandemi Corona

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Warga mencari informasi tentang pendaftaran program Kartu Prakerja gelombang kedua di Jakarta, Senin (20/4/2020). Kartu Prakerja dinilai tak tepat sasaran bagi masyarakat terdampak Covid-19.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ratna Iskana
21/4/2020, 13.46 WIB

Program kartu prakerja dinilai tidak tepat sasaran bagi masyarakat terdampak Covid-19. Pemerintah pun mengalihkan fungsi kartu tersebut menjadi bantuan sosial atau bansos selama pandemi corona.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM Kemenko Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin mengatakan kartu prakerja pada awalnya didesain untuk mengembangkan kompetensi masyarakat. Namun sejak pandemi corona, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kartu prakerja digunakan sebagai instrumen bansos.

"Kami ubah skemanya menjadi pelatihan dan ada manfaat pelatihan berupa uang tunai," kata Rudy kepada Katadata.co.id, Selasa (21/4).

Awalnya, insentif kepada peserta ditetapkan sebesar Rp 500 ribu per bulan selama tiga bulan. Insentif tersebut diberikan untuk menggantikan biaya transportasi peserta.

Seiring menyebarnya virus corona, pemerintah memperbesar insentif menjadi Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan. Sedangkan, program pengembangan kompetensi kerja harus tetap berjalan karena telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2020. Adapun, Perpres tersebut ditetapkan oleh Jokowi pada 26 Februari 2020.

Rudy mengatakan peserta kartu prakerja memang belum tentu mendapat pekerjaan usai mengikuti pelatihan. Sebab, kondisi ekonomi membuat perusahaan kesulitan membuka kesempatan kerja.

Oleh karena itu, kartu prakerja bisa menjadi salah satu instrumen perlindungan sosial bagi masyarakat terdampak pandemi corona. "Selain kartu prakerja, masih ada bansos, kartu sembako, dan lainnya," ujar dia.

(Baca: Pemerintah Diminta Buat Bansos Khusus untuk Korban PHK)

Di sisi lain, Rudy tak menampik jika kartu prakerja bisa diterima oleh masyarakat yang telah memiliki kompetensi yang baik. Biarpun begitu, pemerintah ingin agar penerima kartu prakerja bisa membangun Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Selain itu, ia juga menilai ada pihak yang membutuhkan keterampilan baru (reskilling) untuk meningkatkan keterampilan yang sudah ada. "Misalnya pekerja sales, saat ini kami kasih pelatihan make up sanggul supaya punya keahlian wirausaha atau lainnya," ujar dia.

Lebih lanjut, Rudy mengatakan, pemerintah akan mengembalikan fokus kartu prakerja pada pengembangan kompetensi ketika pandemi usai. Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menilai program kartu prakerja tidak tepat sasaran bagi karyawan sektor perhotelan.

Menurut Hariyadi, karyawan perhotelan dan restoran lebih membutuhkan jaringan pengamanan sosial. Selain itu, karyawan hotel dan restoran memerlukan pelatihan yang diselenggarakan secara intens dan rutin.

"Kami juga menjadi sektor yang paling banyak tersertifikasi karyawannya. Jadi bukannya mau menafikan pelatihan," kata Hariyadi dalam sebuah video conference, Kamis (16/4).

Ia mengatakan, PHRI tidak menolak adanya program Kartu Prakerja, hanya saja program tersebut dinilai belum tentu sesuai dengan kondisi karyawan di setiap sektor ekonomi.

Dalam kesempatan terpisah, Hariyadi juga menyebutkan pekerja buruh yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) relatif besar. Para korban PHK tersebut dinilai telah memiliki kemampuan yang tinggi lantaran telah bekerja dalam waktu lama.

Oleh karena itu, pekerja tersebut lebih tepat diberikan jaring pengaman sosial untuk memenuhi tanggungan keluarganya, ketimbang diberikan pelatihan. "Orang yang terkena PHK ini dampaknya luar biasa," katanya dalam acara Ngobrol Tempo, Kamis (16/4).

Pemerintah menetapkan peserta yang terpilih mendapatkan Kartu Prakerja menerima total bantuan sebesar Rp 3,55 juta per orang. Keuntungan yang diberikan tidak berulang atau hanya sekali bagi setiap peserta.

Rinciannya, Rp 1 juta untuk pelatihan dan uang saku per bulan Rp 600.000 selama empat bulan. Sisanya, Rp 150.000 dialokasikan untuk survei kerja yang dibayarkan langsung ke lembaga pelatihan.

Nantinya, peserta akan mendapat beragam pelatihan dan yang diberikan secara bertahap. Pelatihan yang diberikan beragam, seperti pembukuan, memasak, cara mengelola utang, mendapatkan kredit, berjualan online, teknik berbicara di depan umum, hingga barista.

(Baca: Tantangan Berat Atasi Gelombang Pengangguran Akibat Corona)

Reporter: Rizky Alika