Bupati Kupang Ayub Titu Eki menolak hasil verifikasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait lahan untuk hak guna usaha (HGU) yang akan menjadi sentra garam di Nusa Tenggara Timur (NTT). Ketika memverifikasi, BPN dituding tanpa melibatkan Pemerintah Kabupaten Kupang dan masyarakat.
Menurut Ayub, BPN tidak pernah memberikan penjelasan mengenai waktu verifikasi. Selain itu, dia tak mengetahui dengan siapa saja verifikasi dilakukan. “Saya tidak mau memberi tanggapan. Verifikasi pihak Pertanahan itu secara sepihak, tidak pernah melibatkan kami,” kata Ayub di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Rabu (1/8).
(Baca juga: Pemda Kupang Beri Syarat PT Garam Gunakan Lahan).
Atas kejadian tersebut, Ayub menuntut BPN untuk lebih transparan ketika memverifikasi lahan yang bersengketa dengan masyarakat. Dia khawatir ada pihak yang merasa dirugikan jika menyetujui keputusan BPN dan berpotensi muncul tudingan persekongkolan pejabat.
Untuk itu, Ayub akan mempelajari dulu hasil verifikasi BPN. Hal tersebut akan kembali dibahas dalam rapat koordinasi terkait ekstensifikasi lahan garam selanjutnya. “Kami akan surati mereka untuk laporkan hasil verifikasinya,” ujar dia.
Saat ini terdapat 255 hektare lahan di Desa Bipolo dan Nunkurus Kabupaten Kupang yang bersengketa karena ada pengakuan HGU dan tanah ulayat. Lahan ini terdiri dari 150 hektare yang masih perawan dan 75 hektare diokupasi masyarakat untuk perikanan.
(Baca pula: Luhut Tawarkan 15% Lahan Sentra Garam NTT Dikelola Masyarakat).
Ada pula lahan seluas 3.720 hektare yang bersengketa. PT Panggung Guna Ganda Semesta mengklaim telah memiliki HGU, meski demikian masyarakat menggugatnya lantaran mengaku telah menempati lahan sejak lama.
Sebenarnya, persoalan lahan di sentra garam ini sudah berlangsung cukup lama. Masalah ini membuat sejumlah perusahaan belum bisa memulai investasinya di wilayah tersebut. Selain PT Panggung Guna Ganda Semesta, hal sama dialami PT Garam.
Direktur Operasional PT Garam (Persero) Hartono sempat mengatakan sekitar 225 hektare lahan di desa Bipolo dan Nunkurus Kabupaten Kupang memang belum dikuasai perusahaannya. Akhir Mei lalu, lahan tersebut masih dalam pengakuan HGU dan tanah ulayat.