Enggan Tanggapi Pelaporan ke Bawaslu, Sri Mulyani Bilang "Enough"

Arief Kamaludin | KATADATA
Ketua Panitia IMF-Bank Dunia Luhut Binsar Pandjaitan (tengah), Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde (kedua kiri), Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim (kiri), Meneteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan), dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat memberikan pernyataan penutupan Petemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua Bali, 14 Oktober 2018.
18/10/2018, 16.15 WIB

Insiden salam satu jari petinggi negara termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia (World Bank), menuai kontroversi. Namun, Sri Mulyani enggan menanggapi kontroversi yang terjadi, termasuk soal ancaman pelaporan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Ditemui usai konferensi pers Tax Incentive, Tax Expenditure, dan Fasilitas Bea dan Cukai di kantornya, Jakarta, Kamis (18/10), Sri Mulyani memilih tak menggubris pertanyaan tentang insiden tersebut. Padahal, sebelumnya, ia sempat meladeni beberapa pertanyaan seputar insentif pajak. "Enough, enough," kata dia di dalam lift, sesaat sebelum meninggalkan para awak media.

(Baca juga: Berpose Satu Jari, Kubu Prabowo Akan Laporkan Luhut dan Sri Mulyani)

Dalam forum IMF, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Sri Mulyani tampak mengarahkan Direktur IMF Christine Lagarde dan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim untuk mengacungkan salam satu jari. Awalnya, Luhut dan Sri mengacungkan sepuluh jari. Mereka kemudian mengubahnya menjadi pose satu jari, namun Lagarde dan Jim mengacungkan dua jari. Luhut pun meminta Lagarde untuk mengikuti posenya.

Sri Mulyani menjelaskan kepada Lagarde bahwa pose dua jari merujuk pada pasangan calon presiden Prabowo-Sandiaga dan satu jari adalah Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Lagarde dan Jim lantas mengubah posenya dengan mengacungkan satu jari.

Atas tindakan tersebut, Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria berencana melaporkan kedua menteri ke Bawaslu. Menurut Riza, tindakan Luhut dan Sri Mulyani tak bijak dan tak profesional. Apalagi hal tersebut melibatkan orang asing dan dilakukan di forum internasional.

Semestinya, menurut dia, kedua tokoh itu memberi teladan dan contoh yang baik kepada para pejabat negara lainnya. Mereka harus adil, terbuka, transparan, dan independen ketika bekerja. Luhut dan Sri Mulyani diminta membedakan lokasi untuk berkampanye dan menyampaikan kinerja pemerintah.

(Baca juga: Bawaslu Larang Parpol Kampanye dan Sebar Politik Uang saat Bencana)

Sementara itu, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan belum ada laporan yang masuk terkait tindakan Luhut dan Sri Mulyani tersebut. Kendati demikian, Fritz sudah melihat video yang menampakkan tindakan keduanya saat penutupan acara internasional tersebut.

Fritz pun menilai tindakan keduanya berpotensi melanggar aturan kampanye pada Pasal 282 dan 283 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 282 melarang pejabat negara membuat keputusan dan melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

Pasal 283 melarang pejabat negara mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. Lebih lanjut, larangan tersebut meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan kerja, anggota keluarga, dan masyarakat.

Meski demikian, dia menilai potensi tersebut perlu dikaji secara komprehensif dan kontekstual. Karenanya, Fritz meminta Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga segera menyerahkan laporan tersebut.