Rizieq Shihab dan Ancaman Hukum Teorisme di Arab Saudi

ANTARA FOTO/Novrian Arbi
Massa Front Pembela Islam (FPI) saat mengawal sidang putusan gugatan praperadilan atas SP3 kasus Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (23/10/2018).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
9/11/2018, 07.46 WIB

Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab sempat menjalani pemeriksaan lebih dari 24 jam di Arab Saudi. Rizieq diseret aparat setelah otoritas Saudi menemukan bendera hitam yang diduga mirip simbol Islamic State in Irak and Syria (ISIS), terpasang di dinding belakang kediamannya di Mekah.

Rizieq pun sempat diperiksa dan ditahan oleh Mabahis Ammah (Intelijen Umum Saudi) berlangsung sejak Senin (8/11) pagi hingga Selasa (6/11) malam. Dia dilepas dengan pendampingan dari staf Konsulat jenderal Republik Indonesia (KJRI) dengan jaminan rekannya yang warga Saudi.

(Baca juga: Ditangkap Aparat Arab, Rizieq Shihab Tuding Dijebak Operasi Intelijen)

Duta Besar RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel mennyatakan khawatir dengan kasus yang melilit Rizieq di Saudi. Alasannya, Saudi sangat melarang keras segala bentuk jargon, label, atribut, dan lambang apapun yang berasal dari organisasi teroris dan ekstrem seperti ISIS, Al-Qaeda, Al-Jama'ah al-Islamiyyah.

Pernyataan Agus bukan tanpa sebab. Saudi telah menyantumkan tindakan terorisme sebagai tindak pidana hirabah dalam hukum syariahnya. Aksi ini pun dapat berimplikasi pada hukuman penjara hingga vonis mati.

Majed M. Bin Madhian dalam tesisnya bertajuk Saudi Arabia's Counterterrorism Methods: a Case Study on Homeland Security (2017) menyebut pihak keamanan Saudi telah memenjarakan 800 orang karena dianggap terkait dengan ISIS dan mengancam keamanan nasional.

(Baca: KBRI Umumkan Rizieq Tak Punya Izin Tinggal di Arab Lantaran Visa Habis)

Pada September 2015, jumlah orang yang dipenjara karena dianggap terkait dengan ISIS dan mengancam keamanan nasional bertambah menjadi 1600. Rinciannya, ada 1300 warga Saudi dan 300 orang asing yang ditahan pada September 2015. Pada 2016, terdapat 47 orang yang dieksekusi mati oleh otoritas Saudi karena dianggap sebagai anggota Al-Qaeda.

Sementara itu, almarhum wartawan Jamal Kashoggi pada Oktober 2017 mencatat ada 72 orang yang ditahan oleh otoritas Saudi karena dituduh sebagai ekstremis. Mereka berasal dari kaum intelektual, pemuka agama, jurnalis, seniman, pebisnis, hingga aktivis media sosial.

Ilustrasi Bendera ISIS (Google)

Sekretaris Umum Front Pembela Islam Munarman membantah bendera dipasang Rizieq. Dia menuding ada operasi intelijen yang berusaha menjebak Rizieq dengan harapan pentolan FPI tersebut mendapat kesulitan dari pihak kemanan Saudi.

Munarman memperkirakan ada orang yang mendatangi kediaman Rizieq untuk memasang bendera secara diam-diam di dinding luar belakang kediamannya pada Selasa (6/11) subuh. Orang tersebut, lanjut Munarman, lantas mengambil foto bendera tersebut.

“Setelah memfoto, mereka membuat laporan ke polisi patroli bahwa rumah Habib Rizieq diduga sebagai 'sarang ISIS',” kata Munarman.

Munarman menyebut Rizieq telah menyampaikan dugaan mengenai dugaan keterlibatan pihak intelijen Indonesia kepada pihak Arab Saudi. Pernyataan tersebut, kata Munarman, ditanggapi dengan serius.

Pemerintah Arab Saudi menganggap kegiatan intelijen di wilayah hukum mereka merupakan pelanggaran hukum serius. "Pelakunya dapat dihukum pancung," kata Munarman.

Pihak Istana Kepresidenan menepis tuduhan adanya peran intelijen Indonesia di balik peristiwa penahanan Rizieq Shihab oleh aparat keamanan di Arab Saudi. Apalagi, Arab Saudi merupakan negara berdaulat sehingga tidak mungkin Indonesia mencampuri masalah di negara tersebut.

(Baca juga: Tepis Tuduhan Rizieq Dijebak Intelijen, Moeldoko: Jangan Mengada-ada!)

Kepala Staf Presiden Moeldoko meminta Rizieq melakukan introspeksi dan tidak hanya bisa menuduh pemerintah. Menurut Moeldoko seharusnya Rizieq introspeksi untuk melihat, apakah banyak pihak yang tidak suka terhadapnya.

"Jangan mengada-ada. Sedikit-sedikit intelijen, sedikit-sedikit pemerintah. Bisa saja orang lain," kata Moeldoko di Istana Presiden, Jakarta, Kamis (8/11).