Kementerian PUPR Bangun 1.580 Hunian yang Terdampak Bencana Alam

ANTARA FOTO/MOHAMAD HAMZAH
Seorang pekerja beraktivitas di sekitar blok Hunian Sementara (Huntara) bantuan pemerintah yang dibangun di Kelurahan Duyu, Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (16/12/2018). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan, sebanyak 120 unit Huntara bantuan pemerintah untuk korban gempa, tsunami dan likuifaksi di Palu, Sigi dan Donggala telah selesai dibangun dan siap untuk ditempati.
Penulis: Ameidyo Daud
24/1/2019, 13.35 WIB

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melanjutkan perbaikan 1.580 rumah dan rehabilitasi fasilitas publik yang rusak akibat bencana alam di Banten, Nusa Tenggara Barat (NTB), Lampung, serta Sulawesi Tengah. Kementerian PUPR juga akan merelokasi permukiman yang terkena likuifaksi dan tsunami.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, sebanyak 558 unit rumah di Kabupaten Lampung Selatan dan 308 rumah di Kabupaten Pandeglang, Banten akan diganti lewat pembangunan rumah khusus (rusus). Adapun 724 unit rumah yang rusak berat akan dibantu lewat skema Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). "Konsep relokasi juga digunakan untuk mengatur penataan ruang di Pandeglang dan Lampung," kata Basuki dalam keterangan resmi PUPR, Kamis (24/1).

Relokasi juga dilakukan bagi rumah rusak akibat gempa Sulawesi Tengah. Pemindahan dilakukan terutama bagi pemukiman yang terkena likuifaksi dan tsunami. Basuki juga mengatakan dari rencana pembangunan hunian sementara (huntara) sebanyak 699 unit, sebanyak 231 unit sudah rampung. Kementerian PUPR menargetkan seluruh huntara akan selesai akhir bulan depan. "Tugas kami menyediakan huntara sementara proses penghunian diatur pemerintah daerah," kata Basuki.

Berdasarkan verifikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, jumlah rumah rusak berat mencapai 75.138 bangunan. Dari angka itu, yang telah ditetapkan Surat Keputusan Bupati sebanyak 74.092 rumah.

Untuk mempercepat pembangunan rumah yang tahan gempa, Kementerian PUPR melibatkan 2.866 fasilitator. Rinciannya terdiri atas 766 fasilitator termasuk dari Kementerian PUPR dan 1.566 prajurit TNI. "Kami sedang berupaya mempercepat pembangunan rumah tahan gempa dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja," kata Basuki.

(Baca: Presiden Minta Sistem Peringatan Dini Bencana Dievaluasi)

Sederhanakan Birokrasi

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah meminta pemerintah menyederhanakan birokrasi dalam penanganan bencana dengan memastikan keterpaduan data, rencana penanganan, dan keterpaduan dukungan pembiayaan penanganan dampak gempa.

Fahri mengatakan, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Gempa NTB perlu direvisi agar penanganan bencana yang terjadi di berbagai daerah bisa lebih cepat. Pasalnya, Inpres tersebut menjadi dasar hukum dalam penanganan bencana untuk seluruh daerah terdampak.

"Waktu itu bencana masih terjadi di Lombok dan Sumbawa serta seluruh kementerian dan lembaga dikerahkan dalam pemulihan gempa NTB," kata Fahri dalam pernyataan resminya.

Fahri juga meminta pemerintah memastikan alokasi pembiayaan pemulihan gempa Lombok dan Sumbawa dengan memastikan program dan sumber pendanaannya. "Hal ini untuk menghindari simpang siur alokasi biaya dalam jangka pendek sampai jangka panjang," ujarnya.

(Baca: Kemenpar Minta Keringanan Kredit untuk Korban Tsunami Selat Sunda)

Reporter: Ameidyo Daud