Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritik rencana pemerintah menunjuk Wali Kota Batam sebagai ex-officio Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP) Batam. Rencana tersebut dinilai dapat melanggar larangan rangkap jabatan bagi pejabat pemerintah.
Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron mengatakan, ada dua aturan yang akan dilanggar jika rencana tersebut direalisasikan, yakni Pasal 17 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Layanan Publik dan Pasal 7 huruf c UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 2009 menyatakan, pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Pasal 76 huruf c UU Nomor 23 Tahun 2014 menyatakan, kepala daerah dan wakilnya dilarang menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara atau daerah atau pengurus yayasan bidang apa pun.
"Ini ingin kami luruskan pada tempat yang tepat sehingga keputusan pemerintah tidak menabrak Undang-Undang yang ada," kata Herman, di Kompleks Parlemen.
Selain itu, Herman menilai rangkap jabatan antara Wali Kota Batam dan Kepala BP Batam akan mengaburkan tugas sebagai regulator dan operator. Padahal, pemisahan dua fungsi ini dilakukan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas.
Anggota Komisi II dari Fraksi Golkar Firman Soebagyo mengatakan, rangkap jabatan antara Wali Kota Batam dan Kepala BP Batam berbahaya. Firman khawatir jika hal tersebut memunculkan potensi penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan politik.
Alasannya, kepala daerah merupakan sebuah jabatan politis. Wali Kota Batam Muhammad Rudi diketahui merupakan Sekretaris DPW Partai Nasdem Kepulauan Riau. "BP Batam harus dijauhkan dari kepentingan politik," kata Firman.
Karenanya, Firman meminta agar pemerintah dapat mengkaji kembali rencana perangkapan jabatan Wali Kota Batam dan Kepala BP Batam tersebut. Dia menyarankan agar pemerintah dapat mengeluarkan aturan yang membagi kewenangan dan wilayah Kota Batam dan BP Batam.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Dwi Ria Latifa meminta pemerintah melibatkan masyarakat dan pihak terkait ketika merumuskan perangkapan jabatan Wali Kota Batam dan Kepala BP Batam. Dengan demikian, kebijakan tersebut tak merugikan masyarakat setelah diimplementasikan.
"Kami tidak mau Presiden membuat keputusan yang salah karena dibisiki orang-orang yang punya kepentingan bisnis tertentu, golongan tertentu, pribadi tertentu, tapi merugikan masyarakat Kepulauan Riau, khususnya di Batam," kata Ria.
(Baca: Edy Putra Irawady Pegang Sementara Jabatan Kepala BP Batam)
Hilangkan Dualisme Kepemimpinan
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, perangkapan jabatan awalnya diusulkan karena terjadi dualisme kepemimpinan di Batam. Kondisi tersebut menyebabkan berbagai masalah, seperti tumpang-tindih tata ruang, aset, dan properti di Batam.
Tak hanya itu, dualisme Pemerintah Kota Batam dan BP Batam membuat rumitnya perizinan. Hal tersebut lantas membuat pertumbuhan ekonomi Kota Batam melambat.
Saat ini, pertumbuhan ekonomi Batam hanya berkisar di rentang 2-5%. Padahal, beberapa tahun lalu pertumbuhan ekonomi Batam bisa mencapai 10-12%. "Ini saya kira maksudnya baik, memotong dualisme. Kalau enggak, Batam enggak akan bisa maju," kata Tjahjo.
Meski demikian, usulan ini masih terus dikaji oleh pemerintah. Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofjan Djalil mengatakan, Dewan Kawasan Batam masih mendiskusikan masalah-masalah yang terkait dengan rencana perangkapan jabatan hingga April 2019.
Sampai tenggat tersebut, pengelolaan BP Batam akan dipimpin oleh Kepala BP Batam Edy Putra Irawadi. "Dewan Kawasan Batam sampai April terus mendiskusikan masalah tersebut. Harus dicari solusi tanpa meninggalkan good governance," kata Sofyan.
Komisi II DPR akan mengundang Dewan Kawasan Batam untuk dimintai penjelasan lebih lanjut terkait persoalan tersebut. Menurut Herman, pertemuan dengan Dewan Kawasan Batam diperlukan agar masalah ini tak lagi menjadi simpang siur.
(Baca: BP Batam Tidak Dibubarkan, Jabatan Pimpinan Dirangkap Wali Kota)