AJI Desak Kepolisian Tangkap Pelaku Kekerasan Jurnalis di Munajat 212

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Acara Munajat 212 di Silang Monas, Jakarta dinodai oleh aksi intimidasi dan penganiayaan terhadap jurnalis, Kamis (21/2) malam. AJI Jakarta mendesak penegak hukum menindak tegas pelaku dan memprosesnya ke pengadilan.
Penulis: Ameidyo Daud
22/2/2019, 14.36 WIB

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras intimidasi dan kekerasan yang dilakukan massa beratribut Front Pembela Islam (FPI) terhadap jurnalis peliput Munajat 212 pada Kamis (21/2) malam. AJI juga meminta aparat penegak hukum menangkap pelaku dan mengadilinya di pengadilan.

Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani Amri mengatakan, hukuman berat sepatutnya diberikan agar kasus yang sama tak terulang lagi di masa depan. "Sehingga (pelaku) mendapat hukuman agar ada efek jera," kata Asnil dalam keterangan resmi AJI Jakarta, Jumat (22/2).

Selain itu, AJI Jakarta juga mendesak kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis yang hingga kini belum tuntas sampai pengadilan. Imbauan juga diberikan AJI Jakarta kepada masyarakat agar tidak mengintimidasi awak media yang sedang meliput.

"Masyarakat agar tidak mengintimidasi, persekusi, dan kekerasan terhadap jurnalis," kata Asnil.

AJI Jakarta menyatakan, kerja jurnalis dilindungi Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam pasal tersebut, jurnalis mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya. Pelaku juga bisa dijerat pasal pidana dalam KUHP serta Pasal 18 UU Pers. "Dengan ancaman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta," kata Asnil.

Dalam keterangan AJI Jakarta, kejadian bermula saat adanya kabar copet yang tertangkap di tengah acara salawatan Munajat 212 di Silang Monas pukul 21.00 WIB. Wartawan yang saat itu sedang menunggu narasumber lantas berkumpul mendekati lokasi kejadian.

Tiba-tiba, banyak massa yang mengerubungi awak media. Beberapa orang lantas membentak para jurnalis dan memaksa menghapus gambar kericuhan.

Saat sedang menghapus gambar, Koordinator Liputan CNN Indonesia TV, Joni Aswira sempat mendengar intimidasi dari massa. "Kalian dari media mana, dibayar berapa? Kalau rekam yang bagus saja, yang jelek tidak usah," teriak massa.

(Baca: Aliansi Jurnalis Sebut Persekusi Online Jadi Tren Kekerasan Baru)

Nasib lebih parah dialami wartawan Detikcom yang mengalami kekerasan fisik. Awalnya, jurnalis tersebut dicekik oleh seseorang yang ingin menghapus gambar dan video yang sedang direkam. Massa lalu membawa wartawan itu ke tenda VIP lantaran ia enggan menyerahkan telepon selulernya. Bahkan di dalam tenda, sang wartawan mengalami kekerasan fisik berupa pemukulan hingga pencakaran.

Telepon seluler wartawan tersebut juga diambil massa, lalu rekaman video serta foto yang ada di dalamnya dihapus. Tidak hanya itu, aplikasi WhatsApp milik jurnalis Detikcom itu juga dihapus. "Usai kejadian, korban melapor ke Polres Jakarta Pusat dan melakukan visum," demikian keterangan AJI Jakarta.

(Baca: AJI: Ucapan Prabowo Soal Media Berbohong Berlebihan dan Sentimentil)

Reporter: Ameidyo Daud