PT Bukit Asam Tbk akan membentuk perusahaan patungan (joint venture) bersama PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. Kerja sama ini dalam rangka membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin mengatakan, listrik yang dihasilkan dari PLTD dan PLTU akan dialirkan ke pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) milik Antam.
Agar pasokan optimal, menurut dia, kebutuhan listrik tak cukup dari PLTU saja. Karena itu, perusahaan juga membangun PLTD.
"Perlu daya yang tinggi untuk bisa menjalankan smelter dan tidak bisa hanya mengandalkan dari PLTU. Jadi perlu backup dari PLTD," kata dia, di Jakarta, Senin (11/3).
Kapasitas pembangkitnya sebesar tiga kali 60 Megawatt (MW) untuk PLTU dan tiga kali 17 MW untuk PLTD.
Kebutuhan batu bara untuk mengoperasikan pembangkit uang sekitar 0,65 juta ton per tahun. Nilai investasinya mencapai US$ 350 juta atau sekitar lima triliun rupiah, dengan target operasional pada pertengahan 2023.
"Kami sedang melakukan uji kelayakan. Harapannya bisa selesai secepatnya. Mereka sangat membutuhkan pembangkit ini," katanya.
(Baca: Emas Catat Rekor Penjualan, Laba Bersih Antam Naik 541%)
Pembangkit ini dengan sejalan dengan peningkatan nilai tambah komdoditas mineral, terutama untuk mengolah cadangan bijih nikel kadar rendah. Pada 2018 Antam menandatangani pokok-pokok perjanjian (Head of Agreement/HoA) untuk proyek pengembangan smelter Nickel Pig Iron (NPI) Blast Furnace, dengan mitra strategis Ocean Energy Nickel Internation Pte. Ltd (OENI).
Proyek ini memiliki total kapasitas produksi mencapai 320.000 ribu ton NPI atau setara dengan 30.000 ton nikel dalam NPI, yang terdiri dari delapan line produksi. Targetnya dua line pertama akan memulai fase produksi pada triwulan ke dua tahun 2020.
Kinerja Bukit Asam
Bukit Asam mencatat laba bersih pada 2018 mencapai Rp 5,02 triliun atau meningkat sebesar 12,3% dari 2017. Peningkatan ini disebabkan adanya efisiensi dan optimalisasi biaya angkut.
Direktur Niaga Bukit Asam Adib Ubaidillah mengatakan kan, perusahaan juga mulai menggenjot produksi batu bara berkalori tinggi, yaitu diatas enam ribu kalori. Komoditas dengan kalori tersebut tidak terjadi penurunan harga.
Harga batu bara kalori tinggi memiliki rata-rata sebesar US$ 95-100 per ton. Sedangkan, batu bara dengan kalori dibawa enam ribu memiliki harga sebesar US$ 46 dolar per ton. Nilai itu merupakan yang terendah sejak lima tahun terakhir.
Pendapatan perseroan pada 2018 sebesar Rp 21,17 triliun, terdiri dari penjualan batu bara domestik sebesar 49% dan penjualan ekspor sebesar 48%. Selebihnya, sebesar tiga persen diperoleh dari aktivitas usaha lainnya, seperti penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah, jasa kesehatan rumah sakit dan jasa sewa.
Selain dipengaruhi oleh volume, peningkatan pendapatan usaha juga dipengaruhi oleh harga jual rata-rata batu bara 2018 yang mengalami kenaikan sebesar tiga persen, dari Rp 808.690 per ton di 2017 menjadi Rp 83.558 per ton.
Pada 2019 Bukit Asam menargetkan produksi sebesar 27,26 juta ton atau naik tiga persen dari tahun lalu. Sedangkan, untuk target volume penjualan sebesar 28,38 juta ton, terdiri dari penjualan domestik 13,67 juta, penjualan batu bara ekspor 14,71 juta.