KPK Kembali Cecar Peran Dirut Pertamina dalam Kasus PLTU Riau-1

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Dirut Pertamina Nicke Widyawati (tengah) berjalan usai menjalani pemeriksaan terkait kasus PLTU Riau-1 di gedung KPK, Jakarta, Senin (17/9/2018).
Penulis: Antara
Editor: Yuliawati
2/5/2019, 17.10 WIB
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggali informasi mengenai peran Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati saat menjadi Direktur Perencanaan PT PLN. Penggalian informasi terkait kasus tindak pidana korupsi dalam kontrak kerja sama pembangunan proyek PLTU Riau-1.
 
"Tadi saya ditanya kurang lebih sama dengan yang ditanyakan sebelumnya, sebagai mantan direktur di PLN itu saja," kata Nicke di gedung KPK Jakarta, Kamis (2/5) dikutip dari Antara.
 
 
Nicke diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dirut PT PLN nonaktif Sofyan Basir (SFB). "Sama-sama dengan yang dulu, kurang lebih sama," tambah Nicke singkat.
 
Nicke pernah diperiksa KPK pada 17 September 2018 dalam kasus yang sama untuk mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan mantan Menteri Sosial dan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham.
 
Eni Saragih telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura pada 1 Maret 2019.
Idrus Marham divonis tiga tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan pada 22 April 2019.
 
Sehari setelah Idrus mendapat vonis pengadilan, KPK menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka dugaan korupsi suap kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 pada Selasa (23/4). KPK juga sudah mengirimkan surat permohonan cegah untuk Sofyan sejak 25 April 2019 hingga enam bulan ke depan.
 
Sofyan diduga membantu Eni dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai US$ 900 juta atau setara Rp 12,8 triliun. Johanes Kotjo mendapat hukuman 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
 
Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek "Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1.
 
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), Sofyan diduga telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
 

Sehingga PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN. Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

 Selain Sofyan, pihak yang diduga terlibat dalam kasus suap ini dan masih bersatus tersangka yakni pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan karena diduga memberikan suap kepada Eni Maulani Saragih senilai Rp 5 miliar.