Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi dalam kasus suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1. Komisi antirasuah itu telah mengagendakan pemeriksaan tersangka Direktur Utama PT PLN nonaktif Sofyan Basir.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjadwalkan pemanggilan tujuh orang saksi untuk penyidikan. Dua di antaranya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dan Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati sebagai saksi.
Selain itu, ada Muhamad Ali sebagai Plt Direktur Utama PT PLN, Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso, dan Sales Retail PT Bahana Strategis PT Bahana Sekuritas Suwardi. Lalu ada Muhisam dari pihak swasta dan Johanes Budistrisno Kotjo. “Saksi akan dimintai keterangan untuk tersangka SFB (Sofyan Basir),” kata Febri dalam keterangan resminya, Senin (27/5/2019).
Dalam pantauan Katadata.co.id, baru Muhamad Ali yang datang ke Gedung KPK untuk pemeriksaan sekitar pukul 10.00 WIB. Namun, dia tidak memberikan pernyataan ketika para wartawan meminta keterangan.
(Baca: KPK Kembali Cecar Peran Dirut Pertamina dalam Kasus PLTU Riau-1)
Satus Sofyan Basir sudah sebagai menjadi tersangka kasus suap dalam kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. “Penjadwalan ulang pemeriksaan tersangka untuk SFB dilakukan Senin pagi, surat panggilan sudah kami sampaikan,” ujar Febri.
Sebelumnya, KPK memanggil Sofyan pada Jumat (24/5). Namun, Sofyan tidak tidak hadir dengan mengirimkan surat ke KPK dan meminta penjadwalan ulang. Komisi pun mengingatkan agar Sofyan hadir hari ini sebagai sebuah kewajiban hukum.
Pengacara Sofyan, Soesilo Aribowo, mengatakan bahwa pada Jumat lalu kliennya tidak datang karena pada hari yang sama mendapat panggilan dari Kejaksaan Agung sebagai saksi terkait kasus kapal pembangkit.
Kronologi Suap PLTU Riau 1
Menurut hakim Tindak Pidana Korupsi, perkara ini bermula pada 2015 saat Johannes Kotjo mengetahui rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau 1 sehingga ia mencari investor. Lalu, didapatlah perusahaan Cina yakni China Huadian Engineering Company Limited (CHEC) Ltd dengan kesepakatan bila proyek berjalan maka Johannes mendapat fee 2,5 persen atau sekitar US$ 25 juta dari perkiraan nilai proyek US$ 900 juta.
Direktur PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang –perusahaan terafiliasi Blackgold Natural Resources milik Johannes- pun mengajukan permohonan proyek itu kepada PLN pada 1 Oktober 2015. Dia memohon PLN memasukan proyek ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN.
Setelah beberapa bulan tidak ada tanggapan, Johannes menemui Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR saat itu Setya Novanto untuk meminta bantuan agar dipertemukan dengan PLN. Setya Novanto lalu memperkenalkan Johannes dengan Eni Maulani Saragih. Pada kesempatan itu, Setya menyampaikan kepada Eni agar membantu Johannes yang akan memberikan fee. Eni menyanggupinya.
(Baca: Peran Dirut PLN dalam Kasus Proyek PLTU Riau-1)
Pada 2016, Eni lalu mengajak Dirut PT PLT Sofyan Basir didampingi Direktur Pengadan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso menemui Setnov, demikian Setya biasa disapa, di rumahnya. Eni lalu memperkenalkan Johannes sebagai pengusaha yang tertarik menjadi investor PLTU MT RIAU-1 dengan Sofyan Basir pada awal 2017 di kantor PLN. Sofyan minta agar penawaran dikoordinasikan dengan Supangkat Iwan Santoso.
Pada 29 Maret 2017, IPP PLTU Paranap pun masuk RUPTL PLN 2017-2026 dan disetujui masuk dalam rencana kerja dan anggaran (RKAP) PT Pembangkit Jawa Bali (PJB). PT PJB sesuai Perpres Nomor 4 Tahun 2016 ditunjuk melaksanakan sembilan proyek IPP dengan wajib memilik 51 persen saham.
Lalu, sepanjang 2017 terjadi beberapa pertemuan antara Johannes, Eni Maulani, dan Sofyan Basir untuk mendapat proyek PLTU MT RIAU-1 dengan dengan cara penunjukkan langsung dengan msyaratkan PT PJB harus memiliki saham perusahaan konsorsium minimal 51 persen.
Setelah Setnov ditahan KPK dalam kasus KTP-e, Eni Maulani selanjutnya melaporkan perkembangan proyek kepada Idrus Marham sebagai Plt Ketua Umum Golkar saat itu. Eni menyampaikan kepada Idrus akan mendapat fee untuk mengawal proyek. Pada 25 September 2017, dia dengan sepengetahuan Idrus mengirim pesan whatsapp (WA) yang meminta uang sejumlah Sing$ 400 ribu dari Johannes.
Pada 15 Desember 2017, Eni pun mengajak Idrus menemui Johannes. Dalam pertemuan itu Johannes menyampaikan fee akan diberikan ke Eni jika proyek PLTU RIAU 1 berhasil terlaksana. Eni selaku bendahra munaslub Golkar pun meminta sejumlah uang kepada Johannes dengan alasan untuk perhelatan acara tersebut.
Uang sebesar Rp 4 miliar lalu diberikan kepada Eni secara bertahap melalui Tahta Maharaya di kantor Johannes yaitu pada 18 Desember 2017 sejumlah Rp 2 miliar dan pada 14 Maret 2018 sejumlah Rp2 miliar. Pada 27 Mei 2018, Eni mengirimkan WA lagi untuk meminta Rp 10 miliar guna keperluan pilkada suami Eni Maulani, Muhammad Al Khadziq, yang mencalonkan diri menjadi Bupati Temanggung yang akhirnya terpilih sebagai Bupati Temanggung 2018-2023 bersama Heru Ibnu Wibowo.
Namun, Johannes menolak dengan mengatakan “Saat ini cashflow lagi seret”. Pada 5 Juni 2018 Eni lalu mengajak Idrus menemui Johannes di kantornya di mana Idrus meminta Johannes memenuhi permintaan Eni dengan mengatakan “Tolong adik saya ini dibantu ... buat pilkada”.
Sofyan Basir pada 6 Juni 2018 akhirnya sepakat mendorong agar PLN dan PT PJBI menadantangani amandemen perjanjian konsorsium dengan catatan CHEC sepakat waktu pengendalian JVC selama 15 tahun setelah COD. Sehingga, pada 7 Juni 2018 di kantor PLN ditandatangani amandemen perjanjian konsorsium antara PT PJBI, CHEC Ltd dan BNR Ltd untuk pengelolaan perusahaan proyek harus dilaksanadalam bentuk pengendalian bersama dan tunduk kepada hal khusus.
Pada 8 Juni 2018, Eni kembali meminta Idrus menghubungi Johannes agar Kotjo memberikan uang kepada Eni. Setelah mendapat pesan WA tersebut, Johannes lalu memberikan uang Rp 250 juta kepada Eni malalui Tahta Maharaya. Pada 3 Juli 2018, Eni melaporkan ke Sofyan bahwa Johannes berhasil berkoordinasi dengan CHEC. Eni juga melaporkan ke Idrus dan pembagian fee setelah proses kesepakatan proyek PLTU MT RIAU-1 selesai.
(Baca: Mereka yang Terancam Pusaran Kasus Korupsi PLTU Riau)
Pemberian uang ke Eni baru diberikan pada 13 Juli 2018 sejumlah Rp 500 juta melalui Audrey Ratna Justianty. Sesaat setelah Audrey menyerahkan uang itu kepada Tahta, petugas KPK mengamankan Kotjo, Eni Maulani, Tahta dan Audrey.
“Terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo memberikan uang kepada Eni Maulani Saragih dengan maksud untuk mempercepat mendapat proyek IPP PLTU Riau 1, di mana terdakwa punya dua kapasitas yaitu pertama sebagai pemilik PT BNR dan PT Samantaka Batubara dan kedua sebagai agen yang ditunjuk CHEC Ltd,” kata hakim.
Atas putusan itu, Johannes langsung menyatakan menerima. “Seperti dalam pledoi, saya menerima putusan ini, saya tidak mau banding,” ucap Johannes.