Institut Teknologi Bandung (ITB) tengah mempersiapkan pengembangan bahan bakar nabati berbasis minyak sawit dalam campuran avtur (bioavtur) untuk pesawat jet. Pengembangan bahan bakar nabati ini ditargetkan akan rampung pada September 2019 mendatang.
Salah satu persiapannya yaitu menentukan kilang yang akan digunakan untuk uji coba. Salah seorang dosen Program Studi Teknik Kimia ITB, IGB Ngurah Makertiharta mengatakan bahwa ada beberapa kandidat kilang yang akan digunakan untuk uji coba diantaranya yaitu Kilang Cilacap di Jawa Tengah dan Kilangan Balongan di Jawa Barat. Kedua kilang tersebut dimiliki oleh PT Pertamina (Persero). Selain itu, juga persiapan terkait pendanaan.
Oleh karena itu, ITB meminta kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk membantu dalam pengujian bioavtur ini. "Karena itu butuh dana yang besar untuk mengadakan sawitnya. Jadi kami berusaha untuk mendapatkan dana pendukung dari BPDPKS," ujarnya di Jakarta, Selasa (28/5).
(Baca: Mendag Tawarkan Kerja Sama Pengembangan Bioavtur ke Boeing)
Namun Makertiharta belum bisa memastikan total nominal yang dibutuhkan untuk mengembangkan bioavtur dari 10% minyak sawit dan 90% bahan bakar fosil, karena bergantung pada kapasitas kilang, harga minyak sawit saat ini, berapa lama masa uji dan dana perisiapan lainnya.
Sebelumnya, pada Maret 2019 ITB juga telah berhasil mengembangkan solar ramah lingkungan (green gasoline) yang berasal dari 12,5% minyak sawit dan 87,5% dari bahan bakar fosil di Kilang Dumai, Riau.
Pengembangan bahan bakar ramah lingkungan ini berasal dari teknologi katalis yang merupakan suatu zat yang dapat mempercepat dan mengarahkan reaksi kimia supaya menghasilkan produk yang diinginkan.
Pengembangan teknologi ini dilakukan dalam rangka penghematan devisa. Karena selama ini Indonesia mengimpor BBM sebanyak 360 ribu barel per hari. Jika disubtitusi dengan 360 ribu barel per hari Bahan Bakar Nabati (BBN) maka akan menghemat devisa sebesar US$ 25,5 juta per hari atau US$ 9,2 miliar per tahun.
Sedangkan manfaat bagi para petani sawit yaitu mendorong produktivitas kebun petani yang tinggi, mendorong sertifikasi lahan dan berkelanjutan (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO), dan mendorong upaya efisiensi dan optimalisasi teknologi tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit untuk menekan biaya produksi, sehingga pendapatan petani sawit dapat meningkat.
(Baca: ITB Siap Laporkan Pengembangan Bioavtur ke Presiden Awal 2019)