Impor Migas Semester I Turun 22,5%, Kontributor Terbesar Minyak Mentah

Pertamina Hulu Energi
Ilustrasi Blok Migas
15/7/2019, 21.41 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor migas sepanjang semester I 2019 sebesar US$ 10,89 miliar. Nilai tersebut turun 22,55% dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 14,06 miliar. Penyebab utamanya, penurunan impor minyak mentah.

Impor minyak mentah tercatat sebesar US$ 2,68 miliar, turun 41,55% dibandingkan periode sama tahun lalu. Sedangkan, impor hasil minyak sebesar US$ 6,88 miliar, turun 14,75% dibandingkan periode sama tahun lalu. Kemudian, impor gas sebesar US$ 1,32 miliar atau turun 5,67% dibandingkan periode sama tahun lalu.

(Baca: Incar Penemuan Minyak, Pertamina Mengebor Dua Sumur di Papua Barat)

Seiring perkembangan tersebut, defisit neraca migas menyusut. “Pada Januari-Juni 2018 sebesar US$ 5,6 miliar, sekarang US$ 4,7 miliar,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam Konferensi Pers, Senin (15/7). Data ini mengonfirmasi penurunan impor minyak mentah yang dicatatkan Pertamina.

Direktur Eksekutif Energy Wacth Mamit Setiawan mengatakan penurunan impor migas menunjukkan berjalannya program pemerintah. Program yang dimaksud seperti kewajiban bagi Pertamina dan pemegang izin usaha pengolahan minyak bumi untuk menyerap minyak mentah domestik untuk meredam impor.

(Baca: Pertamina Batal Beli Minyak Mentah dari ExxonMobil)

Pertamina melaporkan, sepanjang semester I 2019, perusahaan telah menyerap minyak mentah sebanyak 116,9 ribu barel per hari (BOPD) dari 37 kontraktor migas Indonesia. Jumlah tersebut delapan kali lipat lebih besar dari pembelian sepanjang tahun lalu yang mencapai 12,8 ribu BOPD.

Volume impor minyak mentah Pertamina pun berhasil ditekan. Dalam Rancangan Keuangan dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2019, Pertamina memproyeksikan impor minyak mentah hanya sebesar 190 ribu BOPD, lebih rendah dari tahun lalu sebesar 339 ribu BOPD.

Selain program tersebut, pemerintah menjalankan kebijakan penggunaan FAME sebesar 30% untuk solar. "Saya melihat program yang digulirkan oleh pemerintah cukup berhasil. Bahkan saat ini Pertamina tidak lagi harus impor solar,” kata Mamit, beberapa waktu lalu.

(Baca: Arcandra Ingin Sektor Migas Tak Dilihat Sebagai Penghasil Devisa)

Namun, ia mengakui, impor migas masih cukup tinggi. Ini sebagaimana disinggung Presiden Joko Widodo. Menurut dia, tingginya impor karena konsumsi migas terus meningkat, sedangkan lifting dan penemuan cadangan migas belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Adapun defisit neraca migas masih menjadi penyumbang besar defisit neraca dagang yang tercatat mencapai US$ 1,93 miliar pada semester I 2019.