Menengok Pengelolaan Sampah di Jakarta dan Surabaya

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Seekor kambing memakan sampah di kawasan Cilincing, Jakarta Utara (4/7). Pemprov DKI Jakarta mencari solusi penanganan sampah dengan membangun Intermediate Treatment Facility (ITF).
Penulis: Dwi Hadya Jayani
3/8/2019, 09.37 WIB

Jakarta menghadapi ancaman darurat sampah. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi yang selama ini menjadi tempat pembuangan sampah warga DKI Jakarta diprediksi habis lahannya pada 2021.

TPST Bantargebang yang dioperasikan sejak 1986 memiliki luas lahan 110 hektare (ha). Sekitar 82% atau 90,2 ha telah terpakai untuk menumpuk sampah. Di lahan tersebut, gunungan sampah mencapai tinggi 30-40 meter. Untuk menghadapi masalah sampah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta melakukan studi banding ke Pemerintah Kota Surabaya pada 29 Juli lalu. Surabaya dipilih karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadikan pengelolaan sampah di kota itu sebagai role model pada 2018.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus, meminta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini membantu menyelesaikan masalah sampah di ibu kota. Bestari menyebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki anggaran pengelolaan sampah sebesar Rp 3,7 triliun tetapi masalah sampah belum bisa ditangani dengan baik. Risma memberi solusi kepada Pemprov DKI Jakarta untuk membangun tempat sampah yang terpusat di tengah kota untuk menggantikan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merespons pernyataan Bestari dengan menyebut masalah pengelolaan sampah sudah ada sejak masa gubernur-gubernur sebelumnya. Ketika Anies menjabat, ia dihadapkan kepada permasalahan pengelolaan sampah yang selama ini dipungut oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta kemudian dikirimkan ke TPST Bantargebang, Bekasi.

(Baca: Tak Kurangi Konsumsi, Jakarta Produksi 250 Ton Sampah Plastik Sehari)

Pengelolaan Sampah di Surabaya Libatkan Masyarakat

Kisah sukses pengelolaan sampah di Kota Surabaya bukan hanya mendapat penghargaan dari KLHK. Risma juga pernah menerima kunjungan dari delegasi UN Environment Asia and The Pacific Office pada 9-10 Januari 2019. Kunjungan ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung berbagai inovasi yang dilakukan Pemkot Surabaya dalam mengelola sampahnya.

Seperti dilansir Kompas.com, Pemkot Surabaya membangun 28 TPST yang dilengkapi dengan fasilitas pengolahan sampah sehingga dapat memangkas ongkos pembuangan sampah ke TPA. Pemkot Surabaya melibatkan kontraktor pengelola sampah yang dikotrak selama 20 tahun. Masing-masing TPST mempekerjakan satuan tugas (satgas) yang diberikan pelatihan dari pihak kontraktor. “Karena kami tidak punya uang, kontrak dengan investor selama 20 tahun. Setiap tahun kami membayar sesuai dengan jumlah sampah yang masuk ke TPA,” ujar Risma.

Selain itu, Surabaya juga memanfaatkan sampah menjadi listrik dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Benowo. PLTSa ini bekerja sama dengan PT Sumber Organik dan PLN. Pada 2016, proyek tersebut hanya menghasilkan energi 1-2 MW. Produksi listrik dari PLTSa Benowo ini ditargetkan meningkat menjadi 11 MW pada tahun ini.

Jika melihat dalam Rancangan Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Surabaya 2019, Pemkot Surabaya memiliki target sebesar 6,56% untuk melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan. Plt Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan, Pemkot Surabaya membangun bank sampah di sejumlah kelurahan, RT, dan RW untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengelola sampah. Masyarakat diedukasi untuk memilah sampah berdasarkan kategori, anorganik dan organik.

Bank sampah dan rumah kompos berperan signifikan dalam mengatasi sampah. Sampah yang masuk ke TPA Benowo Surabaya 1.600 ton per hari. Padahal, jumlah penduduk Surabaya sebanyak 3,07 juta jiwa. "Dengan jumlah sebesar itu, harusnya jumlah sampah berdasarkan rasio mencapai 2.600 ton per hari,” kata Sekretaris Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya, Aditya Wasita, seperti dikutip BBC.com (29/4/2018).

Jika melihat dari anggaran, Risma mengatakan alokasi anggaran dalam pengelolaan sampah Kota Surabaya hanya Rp 30 miliar. Dalam RKPD Kota Surabaya 2019, Kota Surabaya menganggarkan Rp 474,9 miliar untuk program pengelolaan kebersihan. Anggaran tersebut ditargetkan untuk membangun fasilitas pengelolaan sampah dengan teknologi 3R (reduce, reuse, recycle), pengangkutan sampah dari TPA ke TPA, dan pelibatan masyarakat dalam kebersihan.

(Baca: Bandingkan dengan Jakarta, Wali Kota Risma Pamer Pencapaian Surabaya)

Adapun anggaran untuk operasional pengangkutan sampah Surabaya sebesar Rp 41,39 miliar dengan target 267 lokasi dari lima wilayah pengangkutan sampah. Selain itu, terdapat dana operasional pembersihan sampah di saluran sebesar Rp 22 miliar dan operasional pengolahan sampah sebesar Rp 119 miliar. Penyediaan sarana, operasional, dan pemeliharaan pengelolaan rumah kompos/PLTSa/TPS 3R dialokasikan sebesar Rp 17,17 miliar.

Untuk memelihara sarana pengangkutan sampah, Pemkot Surabaya mengalokasikan anggaran Rp 37,75 miliar, termasuk pemeliharaan sarana pembersihan dan toilet. Pemberdayaan masyarakat juga dialokasikan sebesar Rp 2,6 miliar dalam RKPD melalui program peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan yang melibatkan 31 kecamatan.

 

Jejak ITF yang Tak Kunjung Usai

Kepala Unit Tempat Pengelola Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan ada beberapa strategi yang disiapkan untuk mengatasi masalah sampah di Jakarta. Strategi tersebut antara lain dengan mengurangi sampah pada sumbernya, optimalisasi TPST Bantargebang, dan pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF).

Pembangunan ITF merupakan jawaban Anies Baswedan atas kritik yang disampaikan DPRD DKI Jakarta. Anies menyatakan, pada masa kepemimpinan gubernur sebelumnya belum ada pembangunan ITF. Pemprov DKI Jakarta bersama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) sedang membangun ITF Sunter di Jakarta Utara.

"Sebelum saya bertugas, tidak ada pengolahan sampah seperti ITF. Sekarang kita sedang berproses dalam membangun ITF. Kemudian di Bantargebang, sekarang ada pengelolaan sampah dari sampah ke energi. Itu dulu belum ada,” kata Anies, di Jakarta, Rabu (31/7).

Ujicoba Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)

Pembangunan ITF juga menjadi solusi jika TPST Bantargebang, Bekasi telah mencapai kapasitas maksimal alias penuh. Selama 30 tahun terakhir Jakarta bergantung kepada TPST Bantargebang yang saat ini dipenuhi sekitar 39 juta ton sampah.

Proyek ITF dimulai dari gagasan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke) pada 2011. Pada awalnya, ITF direncanakan dibangun di tiga kawasan, yaitu ITF Cakung-Cilincing, ITF Sunter, dan ITF Marunda. Ketika Joko Widodo (Jokowi) menjadi gubernur DKI Jakarta pada 2012, pembangunan ITF kembali diwacanakan untuk dilanjutkan, tetapi tertunda oleh audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

(Baca: Jokowi Kawal Pembangunan Pembangkit Listrik Sampah di Empat Daerah)

Sebelumnya, Jokowi berencana menetapkan perusahaan pengelola sampah pada Desember 2012. Ada dua perusahaan yang lolos tender proyek ITF, yakni PT Phoenix Pembangunan Indonesia (PPI) yang bekerja sama (joint operation) dengan Keppel Seghers Singapura dan PT Wira Gulfinfo Sarana yang bekerja sama dengan PT Ramky dari India.

Namun penetapan kedua perusahaan itu tak kunjung terlaksana. Ketika Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi gubernur DKI Jakarta, ia membatalkan kedua perusahaan tersebut dan menunjuk Jakpro. Nasib ITF di tangan Ahok pun tidak berjalan mulus. Ahok menduga ada permainan yang membuat proses pembangunan ITF terbengkalai.

Pada 2016, Presiden Jokowi membuat Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perencanaan PLTSa yang wajib dibangun di tujuh kota di Indonesia, termasuk Jakarta. Di sisi yang sama, Pemprov DKI Jakarta juga menerbitkan Pergub No. 50/2016 tentang Pembangunan dan Pengoperasian Fasilitas Pengelola Sampah di Dalam Kota/ITF sebagai dasar hukum bagi Jakpro. Jakpro pun menggandeng Fortum Finlad dengan skema Joint Venture (JV). Dalam kerja sama ini, komposisi saham mayoritas dipegang Jakpro.

Pada era Anies, pembangunan ITF di Sunter, Jakarta Utara diresmikan. Anies menyatakan bahwa ITF dapat mengolah sampah hingga 2.200 ton per hari yang dikonversi menjadi 35 MW energi listrik. Pembangunan ITF inilah yang membuat anggaran Unit Pengelola Sampah Terpadu (UPST) DKI Jakarta melonjak.

Pada 2019 anggaran UPST sebesar Rp 1,18 triliun, meningkat 276% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 314,4 miliar. Sementara untuk pembangunan ITF sendiri memakan biaya hingga Rp 750 miliar.

(Baca: Disorot Jokowi, PLN Bantah Tak Mau Beli Listrik dari Pembangkit Sampah)

Reporter: Dwi Hadya Jayani