Cirebon Power, perusahaan pembangkit listrik swasta (IPP), melanjutkan pembangunan PLTU Cirebon II berkapasitas 1.000 MW. Pembangunan proyek tersebut pun sudah mencapai 61%
Proyek ini sempat terhubung dengan kasus suap yang melibatkan Hyundai selaku konsorsium kontraktor dengan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra. "Konsentrasi kami saat ini pada pekerjaan konstruksi fisik, dan manufacturing beberapa fasilitas utama pembangkit," kata Presiden Direktur Cirebon Power Hisahiro Takeuchi dalam siaran pers pada Senin (16/9).
Hisahiro mengaku hingga saat ini tidak ada kendala yang menghambat pembangunan PLTU yang termasuk bagian dari megaproyek 35.000 MW tersebut. Dia berharap semua pihak terkait dapat membantu pembangunan tersebut sehingga bisa beroperasi atau commercial on date (COD) pada 2022, sesuai dengan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
“Semuanya berjalan dengan optimal, untuk memenuhi target operasional atau COD pada tahun 2022,” jelas Hisahiro.
(Baca: Hyundai Akui Suap Bupati Cirebon dalam Proyek PLTU)
PLTU Cirebon 2 akan menggunakan batubara kalori 4.000-4.600 kcal/kg. Nantinya, pembangkit dengan nilai investasi sebesar US$ 2,1 miliar ini akan mengkonsumsi sekitar 3,5 juta ton batubara dalam setahun.
Selain membangun proyek PLTU Cirebon II, Hisahiro mengatakan Cirebon Power juga mengincar pembangunan energi baru terbarukan. Saat ini pihaknya menjajaki peluang dalam proyek PLTS.
“Saat ini kami juga mulai melakukan studi dan kajian untuk menjajaki peluang itu, apalagi kami memiliki lahan yang cukup luas dan memungkinkan untuk dikembangkan,” kata Hisahiro.
Cirebon Electric Power merupakan konsorsium yang terdiri dari lima perusahaan yang dimiliki oleh mayoritas PT Marubeni dengan kepemilikan saham 35%, PT Indika Energy sebesar 25%, Samtan Ltd 20%, Korea Midland Power Co., Ltd sebesar 10%, dan Jera Power 10%. Konsorsium tersebut telah mengoperasikan PLTU Cirebon berkapasitas 660 MW.