BNPB Catat 328.724 Hektare Hutan dan Lahan Terbakar hingga Agustus

ANTARA FOTO/Ahmad Rizki Prabu
Tim Maggala Agni memadamkan kebakaran lahan gambut di desa Pulau Semambu, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Selasa (6/8/2019). Presiden Joko Widodo menginstruksikan kesejumlah instansi terkait untuk segera mengatasi kebakaran hutan dan lahan yang intensitasnya meningkat dibanding tahun 2018.
Penulis: Ekarina
20/9/2019, 14.40 WIB

Badan dan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat total luas hutan dan lahan yang terbakar di seluruh Indonesia sepanjang Januari hingga Agustus 2019 mencapai 328.724 hektare. Adapun kebakaran hutan dan lahan terbesar salah satunya berada di Provinsi Riau.

"Luas lahan terbakar terbanyak ada di Provinsi Riau, yaitu mencapai 49.266 hektare," kataPelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Agus Wibowo di Jakarta, Jumat (19/9).

Selain itu, kebakaran hutan dan lahan juga terjadi di Kalimantan Tengah dengan area seluas 44.769 hektare diikuti Kalimantan Barat dengan luas area terbakar 25.900 hektare dan Kalimantan Selatan seluas 19.490 hektare.

(Baca: Jokowi Tetapkan Siaga Darurat di Riau Akibat Kebakaran Hutan Meluas)

Adapun di Sumatera Selatan, jumlah area lahan dan hutan yang terbakar mencapai 11.826 hektare dan 11.022 hektare lahan di Jambi.

Agus mengatakan jumlah titik panas pada Jumat pukul 09.00 WIB dilaporkan 5.086, dengan titik terbanyak di Kalimantan Tengah dengan 1.443 titik panas disusul Kalimantan Barat (1.384), Jambi (695), Sumatera Selatan (532), Riau (187), dan Kalimantan Selatan (169).

Kebakaran hutan dan lahan menimbulkan kabut asap yang menurunkan kualitas udara.

Di Kalimantan Tengah, indeks standar pencemar udara tercatat 344 menunjukkan bahwa konsentrasi pencemar udara sudah dalam kategori berbahaya.

Kualitas udara di Sumatera Selatan juga menurun dengan indeks standar pencemar udara 302, termasuk kategori berbahaya.

Sedangkan indeks standar pencemar udara di Riau tercatat 226, menunjukkan udara dalam keadaan sangat tidak sehat, sementara di Kalimantan Barat dan Jambi indeks standar pencemar udaranya masing-masing 177 dan 154, termasuk dalam kategori tidak sehat.

Kebakakaran hutan dna lahan (Karhutla) terjadi berulang kali dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini bahkan sempat membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) geram.

(Baca: Iritasi hingga Kematian Menghantui Korban Terdampak Asap Karhutla)

Jokowi pun mengaku kerap mengingatkan bawahannya soal potensi karhutla. Hanya saja, seolah tak belajar, kasus kebakaran kembali terjadi tahun ini. Bahkan Jokowi sempat menyebut luas lahan yang terbakar di sana sudah mencapai puluhan ribu hektare (ha).

"Ini kami lalai lagi sehingga asapnya menjadi membesar," kata Jokowi ketika membuka rapat terbatas di Riau, Senin (16/9) malam.

Jokowi mencontohkan, imbauannya untuk mencegah karhutla telah disampaikan ketika rapat di Istana Negara, Jakarta pada 15 Juli 2019.

Ketika itu dirinya meminta agar pencegahan dilakukan selama musim kemarau. Sebab jika kebakaran sudah terjadi di lahan gambut sangat sulit untuk dipadamkan.

Kepala Negara menilai karhutla kembali terjadi lantaran berbagai perangkat di bawah pemerintah daerah tidak optimal menjalankan tugasnya dalam pencegahan.

Jokowi menyatakan titik api dapat dengan mudah diketahui dan dipadamkan jika berbagai perangkat di bawah pemerintah daerah diaktifkan secara optimal. "Jadi kuncinya ada di pencegahan, jangan sampai ada satu titik api muncul dan dibiarkan," ujarnya.

Reporter: Antara