Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menyatakan temuan draft 50 pasal revisi Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan yang mempersulit buruh merupakan berita bohong atau hoaks. Hanif memastikan, saat ini belum ada draft Rancangan UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2013 karena masih dalam proses pengkajian.
"Jadi kalau ada yang ngomong soal revisi itu hoaks semua. Belum ada draft atau dokumennya," kata dia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (23/9).
Menurutnya, RUU Ketenagakerjaan masih dalam tahap menyerap aspirasi dari berbagai pihak, seperti pekerja dan dunia usaha. Oleh karena itu, isi RUU secara detail masih didiskusikan.
(Baca: Dorong Daya Saing, Pengusaha Tekstil Minta Revisi UU Ketenagakerjaan)
Dengan diskusi dan penyerapan aspirasi berbagai pihak diharapkan dapat membuat ekosistem ketenagakerjaan dapat mengikuti perkembangan. Sebab, perkembangan sektor ketenagakerjaan saat ini kian kompetitif baik di dalam maupun luar negeri.
Dia berharap sistem ketenagakerjaan menjadi lebih fleksibel, salah satunya mengenai fleksibilitas jam kerja yang bisa membatasi partisipasi pekerja perempuan hingga menjadikan produktivitas tak optimal.
(Baca: Sistem Ketenagakerjaan Kaku Hambat Partisipasi Perempuan & Daya Saing)
Data Bank Dunia pada 2018 menunjukkan, hanya 50,7% perempuan Indonesia berusia 15 tahun ke atas berpartisipasi dalam angkatan kerja (baik bekerja atau mencari pekerjaan).
Menurut standar internasional angka ini termasuk rendah. Sedangkan, Kamboja yang merupakan negara dengan PDB terendah kedua di ASEAN justru memiliki angka partisipasi yang terbilang tinggi, yaitu sebesar 81,2% pada 2018.
"Jadi tidak ada pengusaha yang mau terima perempuan kerja jam 11-2 siang, karena jam kerja kita kaku," ujar dia.