Kerusuhan di Wamena, Papua pada awal pekan lalu (23/9) membuat 5.500 orang terpaksa mengungsi ke markas Komando Distrik Militer 1702 Jayawijaya. Mereka membutuhkan bantuan pakaian, makanan, serta barang-barang keperluan anak dan perempuan.
Komandan Distrik Militer 1702 Jayawijaya Letkol Inf Candra Dianto di Jayapura mengatakan, mayoritas warga yang mengungsi hanya membawa baju yang dipakai. Hal itu karena mereka berusaha menghindari kerusuhan di Wamena.
Bantuan pangan dari pemerintah, menurutnya baru berfokus ke satu posko pengungsi saja. "Kami meminta informasi ini disebarkan seluas-luasnya agar banyak pihak yang tergerak untuk membantu para korban yang tengah mengungsi," katanya melalui panggilan telepon, Sabtu (28/9).
Selain itu, bantuan dari Pemerintah Provinsi Papua hanya tersalur ke posko pengungsian Gedung Okumarek. Posko itu dibuka oleh Pemerintah Kabupaten Jayawijaya.
(Baca: Korban Meninggal Rusuh Wamena Bertambah Jadi 27 Orang)
Sampai saat ini, Komando Distrik Militer 1702 Jayawijaya hanya mengandalkan bantuan logistik dari yang tersedia di markas. "Pengungsi tidak mau ke Okumarek. Warga maunya di Kodim, sementara dapur lapangan Pemda ada di Okumarek," katanya.
Karena itu, ia menyampaikan bahwa para pengungsi membutuhkan makanan dan pakaian. Selain itu, diperlukan susu dan popok bayi untuk balita, serta pembalut bagi pengungsi perempuan.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua pun belum bisa memastikan jumlah keseluruhan pasien korban demonstrasi anarkis di Wamena dan Jayapura pada Senin (23/9). kami belum bisa pastikan," kata Kepala Seksi Rujukan Bidang Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinas Kesehatan Papua Darwin Rumbiak, kemarin (27/9).
(Baca: Rusuh di Jayapura, Satu Anggota TNI Meninggal Dunia)
Sebelumnya, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Jayawijaya, dr.Felly Sahureka menyebutkan, ada 71 pasien yang luka-luka akibat kerusuhan. "Dari 71 pasien itu, 20 orang di antaranya yang dirujuk ke luar Wamena," katanya.
Aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan di Wamena, Jayawijaya, Papua itu mengakibatkan 30 orang meninggal dunia. Ratusan bangunan milik pemerintah maupun swasta dirusak dan dibakar oleh pengunjuk rasa.
Sedangkan di Kota Jayapura, empat orang meninggal dunia. Tiga orang di antaranya warga sipil dan seorang anggota TNI AD atas nama Praka Zulkifli anggota 751 Raider.
Dokter Memilih Bertahan di Papua Meski Rekan Mereka Meninggal Dunia
Dokter-dokter yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tiom, Kabupaten Lanny Jaya pun memilih bertahan untuk melayani warga setempat. Padahal, salah satu rekan mereka dr Soeko Marsetyo meninggal akibat demonstrasi itu.
Kabupaten Lanny Jaya berdekatan dengan Wamena. Perjalanan dari Lanny Jaya ke Wamena menggunakan kendaraan melalui jalan darat memakan waktu tiga jam lebih.
"Dokter-dokter yang bertugas di RSUD Lanny Jaya, mereka tidak pulang dan tetap tinggal melayani masyarakat di sini," kata Direktur RSUD Tiom dr Nataniel Imanuel Hadi melalui telepon seluler dari Jayapura, Sabtu.
(Baca: DPRD Minta Jokowi Berunding dengan Tokoh Papua yang Kontra Pemerintah)
Setidaknya, ada 10 dokter umum dan tiga dokter spesialis yang bertugas di Lannya Jaya. "Kami bersyukur karena kami punya dokter yang berkualitas, sangat luar biasa, sehingga tetap memilih untuk tinggal di sini dan melayani masyarakat di sini," kata dia.
RSUD Tiom juga mengirim satu dokter spesialis bedah ke Wamena untuk membantu menangani korban demonstrasi. "Karena memang RSUD Wamena membutuhkan seorang dokter spesialis bedah, jadi kami memperbantukan seorang dokter spesialis bedah di RSUD Wamena," katanya.
Dia mengatakan bahwa setelah demonstrasi rusuh di Wamena, rumah sakit di daerah pegunungan saling membantu untuk melayani pasien.
(Baca: Moeldoko Sebut Stabilitas di Papua Penting Bagi Stabilitas Nasional)