Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) akan menugaskan Badan Pengkajian MPR untuk meninjau kembali rencana amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Badan Pengkajian MPR bakal menyamakan persepsi antarfraksi dan kelompok DPD di MPR atas rencana amendemen UUD 1945.
Hingga kini, masih ada beberapa fraksi yang belum sepakat sepenuhnya dengan rencana amendemen tersebut. Berdasarkan dokumen rekomendasi MPR periode 2014-2019, ada tiga fraksi yang menolak rencana amendemen UUD 1945, yakni Golkar, PKS, dan Demokrat.
"Pimpinan MPR akan menugaskan badan pengkajian MPR untuk menyamakan persepsi di antara fraksi-fraksi yang ada dan kelompok DPD terhadap wacana amendemen terbatas UUD 1945 dan melakukan pengkajian secepat mungkin," ujar Bamsoet di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/10).
(Baca: Butuh Kajian, Demokrat Tak Mau Terburu-buru Amendemen UUD 1945)
Selain itu, Bamsoet menyebut Badan Pengkajian MPR akan menyerap aspirasi dari masyarakat terkait dengan rencana amendemen ini. Menurut Bamsoet, hal ini dilakukan agar amendemen UUD 1945 nantinya tak akan merugikan masyarakat.
MPR sadar bahwa keputusan amendemen UUD 1945 memiliki implikasi yang luar biasa bagi Indonesia ke depan. "Sehingga kami harus cermat dan harus menyerap seluruh aspirasi yang ada dan berkembang di masyarakat," kata Bamsoet.
Bamsoet mengatakan, Badan Pengkajian MPR bakal menyerap aspirasi semua pihak di tahun pertama. Setelah semua aspirasi terkumpul, Badan Pengkajian mulai mengidentifikasi hal-hal yang dibutuhkan negara terkait amendemen UUD 1945 pada tahun kedua.
(Baca: Ketua MPR Sebut UUD 1945 Perlu Diamendemen)
Hasil identifikasi Badan Pengkajian tersebut akan diberikan kepada pimpinan MPR setelahnya. Baru pada tahun ketiga MPR akan memutuskan hal-hal apa saja yang memang harus diamendemen dalam UUD 1945.
"Jadi tidak terlalu tepat kalau kami seolah digambarkan akan mengambil keputusan soal amendemen (sekarang). Belum, karena kami akan menimbang dan menggali aspirasi masyarakat dulu," katanya.
Adapun, Bamsoet menyebut Ketua Badan Pengkajian MPR akan berasal dari PDIP. PDIP merupakan partai yang mengusulkan adanya rencana amendemen terbatas UUD 1945. Sementara, Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR berasal dari Golkar, PPP, Demokrat, dan kelompok DPD.
Untuk diketahui, amendemen terbatas UUD 1945 bakal dilakukan untuk menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hanya saja, rencana amendemen tersebut mendapat kritik dari berbagai pihak.
(Baca: Wacana Amendemen UUD 1945 Ditentang)
Ada kekhawatiran MPR berpotensi memiliki wewenang menentukan GBHN yang harus dijalankan Presiden melalui amendemen UUD 1945. Dengan demikian, MPR bakal menjadi lembaga negara tertinggi di Indonesia. Sementara Presiden hanya akan menjadi mandataris MPR.
Ketua Konstitusi Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi menilai isu amendemen tersebut akan memunculkan masalah baru karena MPR tak mungkin memiliki posisi lebih tinggi dibandingkan Presiden. Sebab, Presiden saat ini dipilih secara langsung oleh rakyat, sementara MPR tidak demikian.
"Secara ketatanegaraan enggak mungkin itu dilakukan," kata Veri.
Veri pun menilai wacana menghidupkan GBHN sudah tak relevan saat ini. Pasalnya, Indonesia telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Justru, dia menilai wacana menghidupkan GBHN dapat mengacaukan sistem yang sudah berjalan sekarang. "Kita sudah memiliki GBHN dengan nama dan format yang baru, yang berbeda dengan sistem yang lama," ujar Veri.