Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI dan Kementerian Kehakiman Laos menandatangani Memorandum of Cooperation (MoC) terkait kerja sama di bidang hukum. Melalui MoC ini, Indonesia dan Laos sepakat berkolaborasi dalam pemberantasan tindak pidana lintas negara, khususnya tindak pidana narkotika.
Selain itu, penandatanganan MoC ini dapat memberikan kerangka hukum dan kerja sama pada isu-isu sistem legal, pertukaran ahli, serta berbagi informasi dan penelitian terkait hukum. “Laos dan Indonesia juga berkomitmen dalan membuat perjanjian ekstradisi model Asean,” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di kantornya, Jakarta, Senin (4/11).
Selain penandatanganan MoC, Indonesia dan Laos juga sepakat mengadakan joint capacity building. Melalui hal tersebut, Yasonna berharap kapasitas pejabat di lingkungan kementerian serta aparat penegak hukum bisa meningkat.
Yasonna mengatakan, ada 20 orang dari Kemenkumham, Kepolisian, KPK, dan Kejaksaan Agung Indonesia dan 20 orang dari pihak Laos yang mengikuti joint capacity building.
(Baca: Menteri Yasonna Serahkan Tindak Lanjut Perppu KPK kepada Mahfud )
Yasonna mengatakan, perjanjian ini merupakan tindak lanjut dari pertemuannya dengan Menteri Kehakiman Laos Seysi Sevtihong saat acara ASEAN Law Ministers Meeting ke-10 di Viantiane, Laos pada 2018 lalu.
Dalam pertemuan tersebut, Yasonna dan Sevtihong berjanji untuk meningkatkan kerja sama hukum Indonesia-Laos. “Maka ini adalah jawaban atas pertemuan tersebut,” kata Yasonna.
Adapun, Yasonna menyebut hubungan bilateral Indonesia dengan Laos sudah terjalin sejak 30 Agustus 1957. Hal ini ditandai dengan beroperasinya kantor kedua negara di Bangkok, Thailand. Hubungan kedua negara kemudian ditingkatkan pada level kedutaan pada 1962. Pada 1965, Indonesia lalu membuka Kedutaan Besar RI di Viantiane.
Kerja sama ini, lanjutnya, melengkapi berbagai kerja sama Indonesia-Laos yang sudah terjadi sebelumnya. “Semoga kerja sama dapat diperluas ke bidang hukum lainnya, termasuk pengembangan sistem hukum, institusi, legislasi dan pengembangan sumber daya manusia, dalam rangka memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kedua negara,” ucapnya.
(Baca: Hadiri Pleno KTT ASEAN, Jokowi Harap Situasi di Rakhine Segera Normal)
Minta WNI di Laos Tidak Dihukum Mati
Pada kesempatan tersebut, Yasonna juga meminta agar warga negara Indonesia (WNI) yang terjerat kasus hukum terkait narkoba di Laos tidak dihukum mati. Saat ini ada tiga WNI yang tengah menjalani proses hukum terkait kejahatan narkotika di Laos.
Ketiga WNI tersebut terjerat pada dua kasus yang berbeda, yakni pada 2013 dan 2018, dengan ketiganya terancam hukuman mati. “Dalam rangka perlindungan kewarganegaraan, kami tidak minta dibebaskan, harus dihukum, tapi kami minta jangan sampai hukuman mati,” kata Yasonna.
Yasonna mendukung pemerintah Laos tetap menegakkan hukum terhadap ketiga WNI tersebut, seiring dengan penguatan kerjasama di bidang hukum, termasuk pemberantasan narkotika yang menjadi komitmen penting bagi pemerintah kedua negara.
Indonesia memandang Laos sebagai negara yang cukup baik dalam pemberantasan narkoba. Dengan adanya perjanjian tersebut, diharapkan baik Indonesia maupun Laos dapat saling bersinergi mencegah masuknya narkotika ke dalam masing-masing negara.
(Baca: Tak Terima Suap PLTU Riau-1, Mantan Bos PLN Sofyan Basir Divonis Bebas)
"Kerja sama kita di dalam bidang pemberantasan narkotika ini menjadi sangat penting. Tanpa kerja sama, bahan-bahan substance narkotika dari beberapa negara di ASEAN ini yang masuk ke Indonesia harus kita cegah bersama," ucap Yasonna.
Dia menilai pemerintah Laos sangat baik dalam pemberantasan narkoba di negaranya. Oleh karena itu dia merasa Indonesia perlu meminta bantuan laos dalam rangka sharing expertise.