Menko Ekonomi Sebut Penerapan B30 Bisa Hemat Devisa US$ 8 Miliar

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Ilustrasi, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga menyebut implementasi biodiesel 30% (B30) dapat menghemat devisa hingga US$ 8 miliar atau setara Rp 112,81 triliun.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Ratna Iskana
28/11/2019, 15.50 WIB

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai implementasi biodiesel 30% (B30) bisa menghemat devisa hingga US$ 8 miliar atau setara Rp 112,81 triliun. Sebab, minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang akan terserap diproyeksi mencapai 10 juta kiloliter.

Dengan begitu, pemerintah bisa menekan impor minyak. "Ini bisa efektif mengurangi defisit neraca dagang," kata Airlangga dalam acara Kompas CEO 100 Forum 2019 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (28/11).

Selain program B30, Pemerintah memulai program penggunaan avtur ramah lingkungan (green avtur).  Dengan program tersebut, Airlangga memproyeksi Indonesia bisa mendapatkan penghematan hingga US$ 2 miliar atau setara Rp 28,2 triliun.

"Program ini diharapkan bisa memperbaiki neraca dagang dan mengurangi ketergantungan migas juga," ujar dia.

(Baca: Kementerian ESDM Sebut B30 Siap Diimplementasikan Mulai 1 Januari 2020)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengatakan pengolahan CPO menjadi biodiesel dapat menekan defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan Indonesia. Hal tersebut lantaran pengolahan CPO menjadi biodiesel bisa menurunkan impor minyak.

Jokowi memang berusaha mengurangi defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Sebab, neraca perdagangan Indonesia terus mengalami defisit sejak tahun lalu.

Bahkan pada 2018, Indonesia tercatat mengalami defisit terdalam sepanjang sejarah. Badan Pusat Statistik menyatakan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit US$ 8,7 miliar atau setara Rp 121,7 triliun dengan kurs rupiah Rp 14.000 per dolar Amerika Serikat pada 2018. Defisit tersebut akibat nilai ekspor barang Indonesia pada tahun tersebut hanya US$ 180,01 miliar sedangkan impor mencapai US$ 188,7 miliar.

Defisit neraca perdagangan pun berlanjut pada tahun ini. Neraca perdagangan kembali defisit US$ 1,95 miliar atau sekitar Rp 27,23 triliun pada periode Januari-September 2019. Nilainya turun hampir separuh dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 3,82 miliar. 

Biarpun begitu, neraca perdagangan sepanjang Januari-Oktober tetap defisit sebesar US$ 1,79 miliar. Sedangkan Bank Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan pada kuartal ketiga 2019 mencapai US$ 7,7 miliar atau 2,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

(Baca: Jokowi Tak Tinggal Diam Terhadap Diskriminasi Sawit oleh Uni Eropa)

Reporter: Dimas Jarot Bayu