Taufiequrachman Ruki, Mantan Ketua KPK yang Masuk Bursa Dewan Pengawas

ANTARA FOTO/RENO ESNIR
Mantan pimpinan KPK, Taufiqurrahman Ruki memberikan keterangan terkait polemik revisi UU KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/9/2019). Presiden Jokowi menyebut Ruki masuk dalam bursa calon dewan pengawas KPK.
Penulis: Sorta Tobing
19/12/2019, 14.59 WIB

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan lima nama calon Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di antara lima calon itu terdapat mantan Ketua KPK periode pertama Taufiequrachman Ruki.

Pensiunan polisi itu menjabat sebagai pemimpin komisi antirasuah pada 16 Desember 2003 hingga 2007. Posisinya digantikan oleh Antasari Azhar. Ruki kemudian memimpin kembali KPK pada 2015 sebagai pelaksana tugas menggantikan Abraham Samad.

Melansir dari Viva.co.id, Ruki lahir di Rangkasbitung, Lebak, Banten, pada 18 Mei 1946. Ia menikah dengan Atti Risaltri Surigunawan dan dikaruniai dua orang anak.

Perjalanan kariernya dimulai ketika ia berhasil menjadi lulusan terbaik di Akademi Kepolisian pada 1971. Ruki mengawali karier sebagai Komandan Peleton Taruma Akpol, lalu sebagai perwira staf bagian operasi Polwil Purwakarta.

Kariernya berlanjut menjadi perwira seksi reskrim Polres Karawang, kemudian Kapolres Karawang, Kepala Subseksi Kejahatan Poltabes Bandung, Kepala Bagian Operasi Polres Baturaja, dan Kepala Bagian Operasi Poltabes Palembang.

(Baca: Artidjo Alkostar, Mantan Hakim Agung di Bursa Dewan Pengawas KPK)

Di saat menjalani karier sebagai polisi, Ruki melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta. Ia mendapatkan gelar sarjana hukum pada 1987.

Pada 1989-1991, ia mendapat mandat sebagai Kapolres Cianjur. Lalu, ia menjadi Kapolres Tasikmalaya pada 1991-1992 dan Sekretaris Direktorat Lalu Lintas Polda Jabar. Posisi terakhirnya adalah Kepala Kepolisian Wilayah Malang.

Ruki juga terjun ke dunia politik. Ia ditunjuk menjadi anggota DPR RI dari Fraksi TNI-Polri. Posisi ini ia jabat selama tiga periode, dari 1992 sampai 2001.

Pada masa itu, ia beberapa kali menjadi ketua Komisi VII dan I. Di masa awal reformasi, dia juga terlibat sebagai anggota panitia ad hoc Badan Pekerja MPR.

Setelah itu, Ruki masuk ke dunia legislatif. Pucuk pimpinan KPK ia jabat selama empat tahun. Ia kemudian terpilih menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan pada 2009, sampai pension pada 2013.

Pada 18 Februari 2015, Jokowi mengumumkan penunjukan Ruki sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK menggantikan Abraham Samad. Bersama Johan Budi dan Indriyanto Seno Adji, ia dilantik Presiden Jokowi sebagai Plt Ketua KPK pada Jumat 20 Februari 2015.

(Baca: Albertina Ho, Hakim Kasus Gayus yang Jadi Calon Dewan Pengawas KPK)

Tak lagi di KPK, Ruki memutuskan kembali terjun ke dunia politik. Ia diangkat menjadi ketua Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar VIII Islah di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, 8-10 April 2016 lalu.

Ruki dikabarkan pernah pernah menyetujui revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) pada 2015. Namun ia membantahnya. Hal ini diungkapkannya sehubungan dengan pernyataan eks Ketua KPK Abraham Samad menyebut usulan adanya revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002, muncul di era kepemimpinan Ruki.

Ia menjelaskan, surat yang ditandatangani lima pimpinan termasuk dirinya ketika itu, bukanlah usulan kepada pemerintah untuk merevisi UU KPK. Surat itu merupakan jawaban pimpinan KPK atas surat Presiden Jokowi melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang meminta pendapat dan pandangan KPK mengenai revisi UU KPK yang terus bergulir di DPR.

Dalam surat jawaban itupun, kata Ruki, pimpinan KPK sepakat menolak adanya revisi. “(Surat itu) kami tandatangani berlima. Tidak cuma Taufieq sendiri, tapi lima pimpinan,” ujar Ruki yang dimuat Tempo.co pada 8 September lalu.

Penulis: Destya Galuh Ramadhani (Magang)