Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mengungkapkan tiga opsi untuk menurunkan harga gas industri. Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif berjanji tak akan memilih opsi membebaskan impor gas bagi industri.
"Jadi, dari tiga alternatif itu, kami ambil poin satu dan dua untuk dievaluasi bagaimana pelaksanaannya," kata Arif di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (9/1). Sedangkan opsi impor tidak dipilih.
Opsi pertama yaitu mengurangi atau menghilangkan porsi pemerintah dari hasil kegiatan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sebesar US$ 2,2 atau sekitar Rp 30.720 per mmbtu.
Kedua, mewajibkan KKKS memasok gas untuk domestic market obligation (DMO), yang bisa diberikan kepada Perusahaan Gas Negara (PGN). Terakhir, membebaskan impor gas bagi industri.
Ketiga itu disampaikan oleh Presiden Jokowi untuk menurunkan harga gas industri. (Baca: Tekan Harga Gas, Kementerian ESDM Minta PGN Serap LNG Spot)
Arifin memutuskan untuk tidak mengevaluasi opsi ketiga yakni impor gas, karena Indonesia tengah berupaya menekan defisit transaksi berjalan (Current Account Defisit/CAD). "Kalau CAD meningkat terus akan menyebabkan tekanan nilai tukar rupiah. Ini kami tidak mengharapkan," ujarnya.
Maka dari itu, Arifin akan memetakan lokasi sumber gas, biaya, serta perbaikan tata kelola dan tata niaga terlebih dahulu. Tujuannya, supaya kebijakan bisa diimplementasikan dengan baik nantinya.
"Kami lihat unsur-unsur mana yang bisa disesuaikan. Intinya keuntungan wajar buat pengusaha dan pemerintah bisa mendapat gas yang kompetitif," kata Arifin.
Di satu sisi, Arifin mengatakan bahwa keputusan juga harus mempertimbangkan pasokan gas untuk kebutuhan dalam negeri.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, kementerian tengah merancang kebijakan untuk menurunkan harga gas industri hingga US$ 6 per MMBTU. Salah satu caranya dengan mengoptimalkan penyerapan LNG oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).
(Baca: Jokowi Geram Harga Gas Industri Tak Kunjung Turun)
Pemerintah akan meminta KKKS untuk menawarkan sisa produksi LNG yang belum memiliki kontrak ke PGN dengan sistem lelang. Dengan begitu, KKKS tidak langsung menjual sisa produksi LNG ke pasar spot.
Dengan cara tersebut, kapasitas FSRU Lampung milik PGN menjadi optimal. Alhasil, PGN bisa menurunkan harga gas untuk industri.
"Selama infrastruktur dia full capacity, bisa menjual US$ 6 per MMBTU. FSRU Lampung optimal, pipanya full, toll fee-nya kan bisa turun, harga bisa turun. Untung bisa sama, tapi volumenya besar, itu yang ditawarkan PGN," ujar Djoko.
(Baca: Jokowi Dinilai Blunder Bebaskan Impor untuk Tekan Harga Gas Industri)