Presiden Joko Widodo atau Jokowi menargetkan peringkat Indonesia dalam kemudahan berbisnis atau ease of doing business (EoDB) bisa di bawah 40. Namun, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia meminta target yang lebih rendah.
Jokowi pun enggan memenuhi permintaan tersebut. "Tadi Pak Bahlil ngomong (peringkat) 50. Enak saja 50, di bawah 40 itu baru," kata Jokowi saat membuka Rakornas Investasi 2020 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (20/2).
Kepala Negara tak mau berpuas diri dengan peringkat EoDB Indonesia yang saat ini berada di posisi 73. Biarpun posisi Indonesia sudah dari posisi 120 pada 2014 lalu.
"Ranking 73 itu masih ranking nanggung. Saya minta di bawah 40," ujar Jokowi.
(Baca: Ratusan Triliun APBD 'Nganggur', Jokowi Minta Pimpinan Pemda Sadar )
(Baca: Omnibus Law Panen Kritik, Jokowi: Pemerintah Dengar Masukan Masyarakat)
Menurut Jokowi, Indonesia harus meningkatkan peringkat EoDB karena masih kalah dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam. Saat ini, Indonesia menempati posisi keenam di antara negara-negara Asia Tenggara lainnya.
"Filipina, kita masih menang. Kita menang dengan Laos, dengan Kamboja," kata Jokowi.
Untuk meningkatkan peringkat EoDB Indonesia, Jokowi menilai ada beberapa hal yang harus dibenahi, seperti kemudahan memulai usaha (starting a business), izin konstruksi (dealing with construction permit), pendaftaran properti (registering property), dan perdagangan lintas batas (trading across border).
Indikator memulai berusaha Indonesia saat ini berada pada peringkat 140, penanganan izin konstruksi berada pada peringkat 110, pendaftaran properti berada pada peringkat 106. Sedangkan perdagangan lintas batas stagnan pada peringkat 116.
"Nanti secara detail akan dijelaskan mana yang harus diselesaikan," ujarnya.
(Baca: Jokowi Ubah Aturan Lingkungan dari Izin Hutan hingga Amdal)