Bertemu Mahfud MD, Buruh Minta Omnibus Law Cipta Kerja Dibahas Ulang

Sejumlah buruh mengikuti aksi unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law di Depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (30/1/2020).
26/2/2020, 15.40 WIB

Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) mendesak pemerintah untuk kembali membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Pasalnya, pembahasan RUU tersebut dinilai tertutup dan tidak melibatkan unsur-unsur terkait sehingga berpotensi bermasalah.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan telah menyampaikan tuntutan tersebut pada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto. Hal ini juga sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam pembahasannya.

"RUU Cipta Kerja ini harus didiskusikan ulang. Karena kami merasa proses pembuatan RUU Cipta Kerja ini tertutup, tidak melibatkan partisipasi publik dan tergesa-gesa, kami juga berpendapat tidak sesuai apa yang diharapkan oleh presiden," kata dia.

(Baca: Kementerian LHK Klaim Omnibus Law Tak Pro Pengusaha & Rusak Lingkungan)

Menurut dia, beberapa hal yang perlu dibahas ulang meliputi klaster ketenagakerjaan dan amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). Kedua kluster tersebut dinilai sangat bersinggungan dengan masyarakat sehingga harus dilibatkan dalam pembahasannya.

Buruh juga menuntut agar pemerintah tidak menindak secara represif penyampaian aspirasi kaum buruh dalam menolak aturan tersebut. "Kami tidak ingin kekerasan kemudian didapatkan oleh kawan-kawan buruh yang tidak setuju dengan omnibus law saat melakukan aksi," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meminta agar buruh tak khawatir dengan kehadiran rancangan aturan tersebut. Draf omnibus law yang disampaikan pemerintah ke DPR masih tahap awal. Karena itu, rancangan regulasi itu masih bisa berubah jika buruh merasa keberatan.

(Baca: Walhi Sebut Korporasi dalam Omnibus Law Punya Keistimewaan Mirip VOC )

Pemerintah juga membuka dialog untuk membahas draf Omnibus Law Cipta Kerja. Dia berharap, pemerintah, pengusaha dan buruh duduk bersama mengkaji substansi draf RUU itu. “Jangan takut ini bukan draf final. Ini baru Rancangan Undang-undang (RUU),” kata Ida di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/2).

Sebelumnya KSPI pun telah menyampaikan 9 alasan untuk menolak draf tersebut. Poin pertama yang paling disoroti yaitu hilangnya ketentuan upah minimum di kabupaten/kota. Kedua, masalah aturan pesangon yang kualitasnya dianggap lebih rendah dan tanpa kepastian.

Ketiga, KSPI Menganggap omnibus law akan membuat penggunaan tenaga alih daya (outsourcing) semakin bebas. Keempat, sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar dihapuskan. Kelima, aturan mengenai jam kerja yang dianggap eksploitatif. Keenam, omnibus law cipta kerja akan membuat karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap.

Ketujuh, penggunaan tenaga kerja asing (TKA) termasuk buruh kasar yang lebih bebas. Kedelapan, perusahaan lebih mudah untuk mem-PHK karyawan, dan terakhir hilangnya jaminan sosial bagi buruh khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.

(Baca: Omnibus Law Panen Kritik, Jokowi: Pemerintah Dengar Masukan Masyarakat)

Reporter: Tri Kurnia Yunianto