Pemerintah Bantu Pengusaha lewat Surat Utang, Syaratnya Tak Ada PHK

ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Ilustrasi, buruh pabrik garmen di Citeureup, Bogor, Jawa Barat, Senin (20/2).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
26/3/2020, 12.23 WIB

Pemerintah berencana menerbitkan surat utang untuk membantu pengusaha meningkatkan likuiditas di tengah pandemi corona. Dengan begitu, perusahaan diharapkan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK karyawan.

Obligasi tersebut nantinya akan diberi nama Recovery Bond. Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan, surat utang yang akan diterbitkan dalam denominasi rupiah.

Surat utang itu rencananya akan dibeli Bank Indonesia (BI) atau pihak swasta yang mampu, seperti eksportir, importir, dan sebagainya. "Dana dari penjualan surat utang itu akan dipegang pemerintah, kemudian disalurkan kepada seluruh dunia usaha melalui kredit khusus," kata Susiwijono di Gedung BNPB, Jakarta, Kamis (26/2).

Susiwijono mengatakan, kredit khusus bagi pengusaha dari penjualan recovery bond akan dibuat seringan mungkin. Dengan demikian, pebisnis diharapkan bisa bangkit kembali di tengah pandemi corona.

(Baca: Ratusan Ribu Buruh Terancam PHK, Serikat Pekerja Usulkan 8 Solusi)

Namun, pemerintah menerapkan beberapa syarat bagi perusahaan yang ingin mendapatkan kredit khusus tersebut. Salah satunya, tidak boleh melakukan PHK karyawan.

"Kalaupun PHK harus mempertahankan 90% karyawannya dengan gaji yang tidak boleh berkurang dari sebelumnya. Baru kami berikan kredit khusus dari recovery bond tadi," kata Susiwijono.

Susiwijono menjelaskan, pemerintah akan mengubah regulasi lewat penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) supaya bisa meluncurkan recovery bond. Alasannya, pembelian surat utang oleh BI saat ini dibatasi.

(Baca: Corona Ancam Defisit Melebar, Ekonom Usul Pangkas Dana Infrastruktur)

Bank Sentral hanya bisa membeli surat utang dari pasar sekunder. "Kami menargetkan, Jumat besok, teman-teman di Kementerian Keuangan sudah menyelesaikan Perppu untuk dasar di dalam penerbitan recovery bond ini," kata dia.

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengatakan bahwa PHK karyawan secara massal berpotensi terjadi. Utamanya, jika pemerintah tidak merespons kesulitan yang dialami industri di tengah pandemi corona.

Presiden KSPI Said Iqbal mengingatkan, puluhan hingga ratusan ribu pekerja berpotensi di-PHK. Ada empat penyebabnya. Pertama, ketersediaan bahan baku yang mulai menipis, khususnya impor.

(Baca: Jaga Daya Beli Masyarakat, Jokowi Rilis Sembilan Kebijakan Bantuan)

Industri yang akan terpukul yakni padat karya, seperti tekstil, sepatu, garment, makanan, minuman, komponen elektronik, hingga komponen otomotif. Sebab, minimnya bahan baku membuat produksi menurun.

“Karena itu, sebaiknya perusahaan segera meliburkan para pekerjanya untuk mengurangi biaya produksi, seperti biaya listrik, gas, transportasi, dan maintenance,” kata Said Iqbal dalam siaran pers, kemarin (25/3).

Kedua, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang membuat biaya produksi semakin tinggi. Ketiga, penurunan kunjungan wisatawan ke Indonesia.

Terakhir, anjloknya harga minyak yang berpotensi menurunkan pendapatan Indonesia dari ekspor. (Baca: Mal Sepi & Tutup Imbas Corona, Pengusaha Minta Insentif ke Pemerintah)

Reporter: Dimas Jarot Bayu