Bahas Omnibus Law Saat Wabah, DPR Dinilai Persempit Partisipasi Publik

ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/hp.
Aliansi mahasiswa berunjuk rasa di Alun-alun Serang, Banten, Sabtu (21/3/2020) menolak pengesahan RUU Omnibus Law. DPR dinilai memanfaatkan momentum pandemi corona untuk mempersempit keterlibatan publik dalam pembahasan Omnibus Law dan RUU kontroversial lain.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Ekarina
15/4/2020, 11.08 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus membahas rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Kerja serta beberapa RUU kontroversial lainnya. Pembahasan itu terus berlanjut di tengah pandemi corona yang terus meluas di dalam negeri. 

Terkait fenomena ini, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari mengaku heran dengan sikap DPR yang tetap melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja di tengah wabah. Pasalnya, RUU tersebut tak berkaitan langsung dengan langkah penanggulangan bencana yang seharusnya menjadi prioritas saat ini.

Terlebih lagi, RUU Omnibus Law Cipta Kerja banyak mendapatkan penolakan dari sejumlah elemen masyarakat. Dia khawatir DPR sengaja memanfaatkan momentum wabah corona untuk menghindari kritik masyarakat terkait RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

(Baca: Fraksi Demokrat dan PKS Tolak Pembahasan RUU Ciptaker di Tengah Corona)

Publik pun menjadi sulit berpartisipasi dalam pembahasan RUU tersebut ketika wabah corona terjadi. "Bagaimana publik bisa partisipasi? Keluar rumah saja tidak boleh. Jadi DPR sekarang menurut saya betul-betul memanfaatkan momen untuk mengerjakan sesuatu yang tidak disukai oleh publik," kata Feri ketika dihubungi Katadata.co.id, Selasa (14/5).

Jika pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja terus dilanjutkan, dirinya memperkirakan,  akan menimbulkan kemarahan luar biasa dari publik terhadap parlemen. Alhasil, DPR akan semakin jauh dari harapan masyarakat.

Jika RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan sejumlah rancangan aturan lainnya disahkan DPR, Feri menilai akan banyak elemen masyarakat yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi . Apalagi, menurutnya proses pembahasan RUU tersebut cacat secara formil.

Ini dikarenakan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dilakukan secara virtual. "Coba dilihat di UU MD3 maupun tata tertib DPR, tidak ada mekanisme kuorum secara sidang online. Jadi seluruh persidangan dalam pembahasan secara online tidak sah secara hukum dilakukan oleh DPR," kata Feri.

(Baca: Insentif Pajak Masuk Perppu Corona, Diduga Ada Penumpang Gelap Omnibus)

Atas dasar itu, dia pun menyarankan DPR untuk menunda pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, parlemen seharusnya bisa lebih fokus pada tugasnya untuk mengawasi penggunaan anggaran dalam upaya penanggulangan corona di Indonesia.

DPR pun dapat fokus pada tugas pengawasan atas upaya penanggulangan bencana yang dilakukan pemerintah saat ini. "Misalnya memastikan layanan kesehatan terkait wabah Covid-19 ini bisa terpenuhi dengan baik. Itu tidak dikerjakan DPR," kata dia.

Reporter: Dimas Jarot Bayu