Laporan pertama EITI Indonesia yang terbit pada tahun 2013 serta Laporan kedua yang terbit pada tahun 2014, disusun dengan mengacu kepada EITI Rules yang isinya hanya mencakup aspek rekonsiliasi data-data penerimaan negara dan penerimaan daerah dari industri ekstraktif. Laporan ketiga EITI Indonesia yang terbit pada bulan November 2015 sudah mengacu pada EITI Standard 2013 yang isinya mencakup informasi kontekstual tata kelola (governance) dan rekonsiliasi data-data penerimaan negara dan penerimaan daerah dari industri ekstraktif.
Laporan keempat EITI Indonesia Tahun Kalender 2014 ini disusun dengan mengacu pada EITI Standard terbaru Tahun 2016. Substansi laporan sama dengan Laporan ketiga EITI Indonesia, namun informasi kontekstual Industri Ekstraktif diperkaya dengan informasi mengenai beneficial ownership (kepemilikan/pengendali sesungguhnya) dari perusahaan tersebut.
EITI adalah standar global untuk peningkatan transparansi tata kelola pemerintahan (good governance) pengelolaan sumber daya ekstraktif (minyak bumi, gas bumi, mineral dan batubara), yang diharapkan sekaligus sebagai upaya pencegahan korupsi di sektor industri ekstraktif. EITI Standard telah memasuki versi kelima sejak Prinsip EITI disepakati oleh negara-negara anggota EITI pada tahun 2013. Prinsip-prinsip EITI menyatakan bahwa kekayaan dari sumber daya ekstraktif dari suatu negara harus dimanfaatkan bagi seluruh warganya, dan bahwa hal ini memerlukan standar dan akuntabilitas yang tinggi.
Transparansi penerimaan negara dari sektor industri ekstraktif penting untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja sektor industri ekstraktif. Di banyak negara kaya sumber daya ekstraktif, kerahasiaan kepemilikan (beneficial ownership) berkontribusi pada korupsi, pencucian uang dan penggelapan pajak. Namun, sampai saat ini, hanya ada sedikit informasi yang tersedia untuk publik mengenai beneficial ownership dari perusahaan industri ekstraktif.
Sebelum adanya dokumen Panama Papers pada April 2016 yang berisi informasi rinci mengenai lebih dari 214.000 perusahaan luar negeri, termasuk identitas pemegang saham dan direkturnya, EITI Standard 2016 telah memperkenalkan aspek baru dan membuat terobosan mengenai kewajiban untuk mengungkapkan beneficial ownership dari perusahaan industri ekstraktif terhitung mulai tahun 2020.
Sebagai langkah awal, 51 negara anggota EITI mempublikasikan beneficial ownership roadmap paling lambat 1 Januari 2017 yang menguraikan mengenai rencana kegiatan dan persiapan penting untuk dapat secara penuh melaksanakan kewajiban tersebut pada tahun 2020. Indonesia telah menyusun Beneficial Ownership Roadmap EITI Indonesia dan sudah menyampaikannya kepada Sekretariat EITI Internasional pada tanggal 30 Desember 2016. Selanjutnya, selama tiga tahun mulai tahun 2017 sampai dengan 2019, Indonesia harus menyiapkan berbagai kegiatan sehingga transparansi beneficial ownership industri ekstraktif dapat dilaksanakan di Indonesia.
Sejalan dengan pelaksanaan EITI, pada tahun 2006, Indonesia telah meratifikasi konvensi PBB tentang Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) melalui UU No.7 Tahun 2006. Sebagai tindak lanjut, disusun Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) yang ditetapkan dengan Perpres No.55 Tahun 2012. Sebagai penjabaran dan pelaksanaan Stranas PPK, setiap tahun ditetapkan Aksi PPK melalui Inpres untuk dilaksanakan oleh K/L dan Pemda. Dalam kaitan Stranas PPK ini, penerbitan Laporan Tahunan EITI Indonesia adalah salah satu Aksi PPK yang dilaksanakan oleh Kantor Kemenko Bidang Perekonomian dan diharapkan dapat mendukung upaya pencegahan korupsi di sektor industri ekstraktif.
Penyusunan Laporan EITI dan penerbitan laporan setiap tahun bukanlah tujuan utama dari EITI itu sendiri. Hal yang mendasar dari tujuan penyusunan Laporan EITI ini antara lain adalah mendukung transparansi penerimaan negara yang dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan industri ekstraktif, sehingga dapat membantu mencegah terjadinya ketidaksinkronan antara pembayaran pajak-pajak dan pembayaran lainnya oleh perusahaan dengan penerimaannya oleh pemerintah. Hal ini selanjutnya diharapkan dapat mencegah terjadinya korupsi yang merupakan salah satu faktor penghambat dunia usaha, sekaligus dapat meningkatkan iklim investasi di industri ekstraktif.
Penyusunan Laporan EITI yang juga mendiskusikan isu-isu yang terkait transparansi tata kelola industri ekstraktif diharapkan dapat menjadi pendorong terjadinya diskusi publik khususnya dalam pembuatan dan perbaikan kebijakan. Hal ini sejalan dengan apa yang saat ini dilakukan oleh Pemerintah, di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam penerbitan Paket-Paket Kebijakan Ekonomi.
Yang juga sangat penting dengan penerbitan Laporan EITI adalah kepercayaan (trust) dari stakeholder akan tata kelola sektor industri ekstraktif, baik dari sisi pelaku usaha yang semakin yakin bahwa seluruh pembayaran pajak-pajak dan pembayaran lainnya telah dikelola dengan baik oleh pemerintah, demikian juga dari sisi pemerintah dapat lebih meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara khususnya yang berasal dari industri ekstraktif.
Untuk mempermudah pemahaman terhadap laporan EITI, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga telah mengembangkan Portal Data Industri Ekstraktif dan menyelesaikan Roadmap Beneficial Ownership. Keduanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan EITI.
Portal data yang berisi data-data dan informasi bersumber dari Laporan EITI dan beberapa sumber lain tersebut berisi informasi kontekstual, informasi penerimaan negara, serta alur kerja industri ekstraktif hingga memberikan kontribusi kepada negara. Dengan portal tersebut, publik akan dimudahkan untuk mengakses informasi industri eksktraktif, sekaligus melakukan analisis data bagi berbagai keperluan, khususnya bagi perbaikan kebijakan dan tata kelola industri ekstraktif.
Penyelesaian Roadmap Beneficial Ownership juga merupakan satu langkah maju dalam rangka membuka informasi tentang penerima manfaat dari industri ekstraktif. Hal ini akan terus dilanjutkan dengan berbagai kegiatan untuk membangun sistim yang terintegrasi sehingga informasi tentang penerima manfaat (beneficial owner) dapat diketahui oleh publik yang diharapkan akan dapat membantu perbaikan kinerja industri ekstraktif di Indonesia.