Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat kinerja produksi siap jual (lifting) migas selama 10 bulan terakhir masih 96% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. Alasannya, kondisi lapangan yang tua.
Mengacu data SKK Migas, sejak Januari sampai Oktober 2018, lifting migas telah mencapai 1.917 juta barel setara minyak per hari (boepd). Sementara target APBN 2018 sebesar 2.000 juta boepd.
Jika dirinci, lifting minyak baru mencapai 774 ribu barel per hari (bph) atau 97% dari target APBN 2018 sebesar 800 ribu bph. SKK Migas memprediksi hingga akhir tahun ini, lifting minyak tak mencapai target atau sebesar 776 ribu bph.
Lifting gas juga masih 1.143 juta boepd atau 95% dari target APBN 2018 sebesar 1.200 juta boepd. Hingga akhir tahun ini capaiannya diproyeksikan sebesar 1.136 juta boepd.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan kondisi lapangan migas yang tua ikut mempengaruhi kinerja produksi. Untuk itu diperlukan upaya optimalisasi lapangan agar penurunan produksi tidak terlalu tajam. “Selain itu diperlukan upaya pencarian cadangan migas baru,” kata dia di Ciloto, Kamis (8/11).
Dari data SKK Migas, 45% dari seluruh 74 blok produksi telah berumur lebih dari 25 tahun. Sisanya 21% berusia di bawah 15 tahun, dan 34% berusia 15-25 tahun. Sementara itu, 77% dari seluruh blok produksi telah mengalami penurunan produksi.
Adapun hingga 31 Oktober 2018, total wilayah kerja di Indonesia mencapai 219 blok migas. Kondisi ini terus menurun sepanjang lima tahun terakhir.
Tahun 2013, merupakan wilayah kerja dengan jumlah yang terbanyak mencapai 321 wilayah kerja. Setahun kemudian, blok migas terus turun menjadi 318 blok. Lalu, 2015 turun lagi menjadi 312 blok. Sementara 2016 jumlah wilayah kerja menjadi 280 blok, dan pada 2017 hanya tersisa 255 blok migas.
Jika mengacu data SKK Migas, dari 12 kontraktor terbesar yang ada di Indonesia, hanya ada enam kontraktor saja yang berhasil memenuhi target lifting minyaknya sepanjang 1o tahun terakhir ini. Salah satunya adalah Mobil Cepu Ltd sebesar 207.771 bph, ini sudah 101% dari target APBN tahun ini sebesar 205.000 bph.
Kedua, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) OSES sebesar 30.879 bph, sudah 103% dari target APBN 30.000 bph. Ketiga, Petronas Carigali (Ketapang) Ltd, capaiannya sudah 15.316 bph, sementara targetnya 14.433 bph.
Keempat, PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur sebesar 13.984 bph, ini sudah 108% dari target APBN 13.000 bph tahun ini. Kelima, PetrocChina International Jabung Ltd sebesar 14.591 bph, ini sudah 105% dari target APBN 2018 sebesar 13.936 bph. Keenam, PT Pertamina Hulu Energi Sanga-Sanga sebesar 10.475 bph, ini sudah 105% dari target 10.000 bph tahun ini.
Sementara sisanya enam KKKS tidak mencapai target selama 10 bulan ini. Mereka adalah Chevron Indonesia yang hanya mencapai 210.839 bph, dari target 213.551 bph. Selain itu, PT Pertamina EP 78.485 bph, sementara targetnya 85.869 bph. Ada juga PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), sebesar 43.193 bph, sementara targetnya 48.271 bph. Lalu, PT Pertamina Hulu Energi ONWJ Ltd sebsar 29.580 bph, targetnya padahal 33.000 bph.
Ada juga Medco E&P Natuna sebesar 17.017 bph. Padahal targetnya 18.600 bph. Terakhir, BOB PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu sebesar 10.262 bph, padahal targetnya 10.366 bph.
Sementara itu untuk lifting gas bumi, dari 12 KKKS utama, hanya enam KKKS yang berhasil melampaui target lifting selama 10 bulan terakhir. Mereka adalah BP Berau Ltd (107%), ConocoPhilips Grissik Ltd (104%), Eni Muara Bakau (154%), JOB PN-Medco Tomori Sulawesi Ltd (101%), Premier Oil Indonesia (112%), dan Medco E&P Natuna (109%).
(Baca: SKK Migas Ungkap Penyebab Lifting Turun tapi Cost Recovery Naik)
Yang tidak mencapai target adalah PHM (77%), Pertamina EP (98%), Kangean Energi Indonesia (87%), PetroChina International Jabung ltd (93%), Pertamina Hulu Energi WMO (94%). Kemudian, Pertamina Hulu Energi Sanga-Sanga (99%).