RUU Migas Dinilai Bisa Memperkuat Posisi BPH Migas

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Kepala Badan Pengatur Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa mengatakan tidak mudah membantu penyalur BBM di daerah Lalan karena letak geografis yang membuat ongkos angkut mahal. Namun, agar kebijakan BBM Satu Harga terwujud, Pertamina membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kompak.
12/12/2018, 07.00 WIB

Rancangan Undang-undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) dinilai dapat memperkuat kelembagaan Badan Pengatur Hilir Migas. Salah satunya adalah mengenai tugas dan fungsi BPH Migas. Selain itu, kedudukan Kepala BPH Migas.

Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan pasal yang bisa memperkuat kelembagaannya adalah 48 hingga 51. Pasal 48 menyebutkan BPH Migas berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) dan pengangkutan gas bumi melalui pipa.

Dalam pasal tersebut, BPH Migas juga mengatur ketersedian dan distribusi BBM, cadangan BBM nasional, pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan penyimpanan BBM, tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa, harga gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil. BPH juga mengatur pengusahaan transmisi dan distribusi gas bumi.

Pasal 49 pun bisa menguatkan posisi BPH Migas karena Ketua dan Anggota BPH Migas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). BPH Migas bertanggung jawab kepada Presiden, dan pembentukan BPH Migas ditetapkan dengan keputusan Presdien.

Lalu, pasal 50 menyebutkan anggaran biaya operasional BPH Migas didasarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu berdasarkan iuran badan usaha yang diaturnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan, pasal 51 berisi tentang ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi, status, fungsi, tugas personalia, wewenang dan tanggung jawab serta mekanisme kerja BPH Migas diatur dengen Peraturan Pemerintah. "Di dalam RUU itu kami membaca eksistensi BPH migas masih tetap dipertahankan," kata Asa, di Jakarta, Selasa (11/12).

Sebelumnya, Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui draf Rancangan Undang-undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) untuk dibahas dengan Pemerintah. Adapun 10 fraksi yang sepakat membahas draf RUU Migas itu adalah Golkar, Demokrat, PAN, PDI Perjuangan, Gerindra, PKB, PKS, PPP, Nasdem, dan Hanura.

(Baca: Disetujui Paripurna, DPR dan Pemerintah Segera Bahas RUU Migas)

Anggota Komisi VII dari fraksi Golkar Ridwan Hisjam mengatakan pembahasan RUU Migas ini masih menunggu surat perintah pembahasan dari Presiden. Setelah itu, surat diturunkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkuham), Menteri Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Perindustrian.

"Sudah diputuskan DPR paripurna. Presiden akan mengeluarkan yang namanya surat perintah pembahasan," kata Ridwan, di Jakarta, Senin (3/12).