Pelaku Usaha Menilai Fleksibilitas Kontrak Mampu Tarik Investasi Migas

Katadata
Ilustrasi, kegiatan migas lepas pantai. Pelaku usaha menganggap fleksibilitas kontrak migas bisa menarik investasi migas ke Indonesia.
Penulis: Ratna Iskana
5/12/2019, 18.53 WIB

Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyatakan skema kontrak gross split masih lebih menarik dalam menjaring investor dibandingkan dengan skema cost recovery. Namun, pelaku usaha menganggap wacana Menteri ESDM Arifin Tasrif membuka kesempatan investor memilih kontrak gross split atau cost recovery jauh lebih baik.

Ketua ESDM Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sammy Hamzah mengatakan investor akan lebih tertarik jika diberikan opsi untuk memilih kontrak yang sesuai lapangan migas yang dikelola. "Bagi investor, seperti halnya dalam kehidupan kita sehari-hari, apabila manusia diberi opsi untuk memilih daripada dipaksa untuk menerima tentunya opsi memilih akan lebih menarik," kata Sammy ke katadata.co.id pada Kamis (5/12).

Lebih lanjut, Sammy menyebut kontrak gross split dan cost recovery memiliki kelebihan masing-masing. Untuk kontrak gross split, kontraktor mempunyai keleluasan untuk mengatur pengadaannya sendiri.

Namun, biaya operasi sepenuhnya ditanggung kontraktor. Secara sistem, kontraktor migas akan sangat peka dan sensitif terhadap biaya.

Di sisi lain, Pemerintah mempunyai kepastian yang lebih tinggi akan hasil pendapatan porsi negara karena tidak ada faktor penanggungan biaya."Dengan sistem gross split, kontraktor juga mendapat fleksibilitas yang tinggi dalam pengaturan proses pengadaan yang seharusnya mempercepat atau mempersingkat waktu pengadaan," ujar Sammy.

(Baca: Arcandra Tahar: Investasi Migas Bangkit Berkat Kontrak Gross Split)

Biarpun begitu, kontrak gross split dianggap tak cocok diterapkan untuk lapangan migas eksplorasi. Pasalnya, kegiatan migas yang paling tinggi resikonya yaitu kegiatan eksplorasi.

"Dalam tahapan ini, investor perlu diiming-imingi sesuatu agar risiko yang besar itu seolah terimbangi oleh penggantian biaya (cost recovery) apabila cadangan ditemukan," katanya. Dengan cost recovery, pemerintah ikut menanggung beban biaya operasi.

Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA) Louise McKenzie mengatakan pihaknya telah berdiskusi mengenai wacana fleksibilitas kontrak migas. IPA pun menyambut rencana kebijakan tersebut sebab setiap proyek di hulu migas memiliki keunikan,  resiko yang berbeda, serta membutuhkan bagi hasil yang juga berbeda.

"Itu merupakan hal yang sangat disenangi oleh IPA dan ini telah menjadi area yang kami advokasi. Jadi saya rasa ini adalah langkah yang tepat, sudah tentu kami harus bekerja sama memahami artinya dan ini adalah sebuah sinyal positif," ujar Louise dalam konferensi pers pada Rabu (4/12).

Biarpun begitu, IPA tetap membutuhkan diskusi tambahan untuk benar-benar memahami rencana penerapan fleksibilitas kontrak migas. Pasalnya, perusahaan migas tidak bisa langsung membuat investasi jika belum ada kepastian kontrak.

Vice President IPA Ronald Gunawan menambahkan, industri migas merupakan industri yang padat modal sehingga memerlukan kepastian jangka panjang. "Stabilitas dari kontrak harus dijaga selama masa investasi, itu sangat penting karena akan menarik para investor untuk berinvestasi. Kalau tidak ada certainty kan agak susah yaa," ujar Ronald.

(Baca: Kementerian ESDM Ingin Dengarkan Masukan Investor soal Kontrak Migas)