Kontrak Migas Bisa Fleksibel, Energy Equity Tetap Pilih Gross Split

Katadata
Ilustrasi, blok migas. Energy Equity lebih memilih kontrak migas dengan skema gross split dibandingkan cost recovery.
14/12/2019, 12.00 WIB

Presiden Direktur Energy Equity Epic (Sengkang) Pty. Ltd Andi Rianto mengaku lebih memilih kontrak migas dengan skema gross split dibandingkan cost recovery untuk Blok Sengkang. Biarpun, pemerintah mewacanakan bakal memberi kebebasan bagi investor untuk memilih skema kontrak migas.

Menurut Andi, gross split lebih cocok diterapkan di wilayah kerja yang dikelola perusahaan. "Kami lebih nyaman dengan gross split. Gross split lebih baik bagi kedua belah pihak, baik kami sebagai investor dan pemerintah," Kata Andi kepada Katadata.co.id, Jumat (13/12).

Oleh karena itu, dia memastikan perusahaan tidak akan beralih menggunakan skema cost recovery. "Sampai saat ini tidak ada perubahan kontrak perpanjangan kepada kami. Energy Equity Sengkang tetap dengan mekanisme gross split dan mulai berlaku setelah Oktober 2022," kata Andi.

Adapun, Energy Equity Epic (Sengkang) Pty. Ltd resmi mendapatkan perpanjangan kontrak selama 20 tahun di Blok Sengkang pada tahun lalu. Kontrak blok yang berada di Sulawesi Selatan itu seharusnya berakhir 24 Oktober 2022.

(Baca: Ditawari Blok Karaeng, Energy Equity Lakukan Studi Bersama Bulan Depan)

Dengan perpanjangan tersebut, Energy Equity harus melaksanakan Komitmen Kerja Pasti (KKP) selama lima tahun pertama senilai US$ 88 juta. Dana itu digunakan untuk seismik tiga dimensi 100 kilometer dan pengeboran dua sumur eksplorasi. Selain itu, perusahaan juga wajib menyetorkan bonus tanda tangan sebesar US$ 12 juta.

Energy Equity saat ini memegang seluruh hak partisipasi. Biarpun begitu, perusahaan harus menawarkan hak partisipasi sebesar 10 persen kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan investor bakal diberikan kebebasan untuk skema cost recovery atau gross split. Hal itu dilakukan untuk menjaring investor kelas kakap agar masuk ke Indonesia.

"Ya, sudah bebas. Mau gross split boleh, yang lama boleh," kata Luhut di Gedung Kemenko Maritim, Selasa (10/12).

Menurut Luhut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pun bakal merevisi aturan mengenai kontrak bagi hasil migas yang mewajibkan kontraktor menggunakan skema gross split.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 52 Tahun 2017 tentang perubahan atas peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 08 Tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil gross split pada 29 Agustus 2017. "Pak Arifin sudah mengatakan begitu," kata Luhut.

(Baca: Produksi Blok Sengkang Tahun Ini Diprediksi Tak Capai Target)

Reporter: Verda Nano Setiawan