Bank-Bank Besar di Wall Street Kecam Kebijakan Imigrasi Trump

ANTARA FOTO/REUTERS/Andrew Kelly
Pedagang saham di lantai bursa New York Stock Exchange (NYSE) di Manhattan, New York City, Amerika Serikat, Rabu (21/12).
31/1/2017, 17.43 WIB

Sejumlah korporasi besar Amerika Serikat (AS) di berbagai bidang usaha mengecam kebijakan Presiden Donald Trump terbaru yang melarang masuknya imigran dari beberapa negara berpenduduk mayoritas muslim. Selain perusahaan-perusahaan teknologi di Silicon Valley, perusahaan jasa keuangan besar, seperti Goldman Sachs, juga menentang kebijakan rasis tersebut. 

Dalam sebuah pesan kepada para stafnya, CEO Goldman Sachs Lloyd Blankfein secara tegas mengatakan akan memutuskan hubungan dengan pemerintahan Trump. Pesan suara ini dikirimkan kepada 34.400 pegawai bank investasi besar asal AS tersebut, pada Minggu lalu.

"Ini bukan kebijakan yang kita dukung," kata Blankfein seperti dilansir Bloomberg, Senin (30/1). Kepada para pegawainya, dia menyebut perintah Trump itu bisa mengganggu kegiatan bisnis perusahaan. (Baca: Kebijakan Trump Picu Unjuk Rasa Penghuni Silicon Valley)

Seperti sejumlah CEO perusahaan teknologi, Blankfein ikut menyuarakan kekesalan terhadap kebijan Trump yang melarang masuk warga negara dari tujuh negara Timur Tengah. Sebelumnya, pada Jumat pekan lalu, CEO Google Inc. Sundar Pichai menyampaikan kegeramannya terhadap Trump melalui pesan kepada para pekerja.

Sementara itu, Microsoft Inc. menilai Trump telah salah langkah dan malahan menciptakan suatu kemunduran fundamental.

Blankfein merasa harus menyuarakan pendiriannya. Goldman Sachs didirikan pada 1869 oleh Marcus Goldman, seorang imigran berdarah Jerman-Yahudi. Seperti mayoritas perusahaan Amerika di Wall Street, Goldman Sachs yang sudah menjadi suatu perusahaan teknologi, senantiasa mempekerjakan para pendatang.

"Jika kebijakan itu dijalankan, perusahaan akan menghadapi persoalan, yaitu kehilangan orang-orang kami dan keluarga mereka," ujar Blankfein dalam pesan suara. "Saya ingin, kita semua. meminimalisir dampak yang muncul dan tetap mendukung rekan-rekan kita dan keluarga mereka."

Pernyataan Blankstein tersebut menempatkan Goldman Sachs sebagai salah satu bank investasi paling berpengaruh di Wall Street, pada posisi yang tidak lazim yaitu melawan pemerintahan. Sebab, sejak mantan petingginya, Sidney Weinberg, bertugas di Washington selama Perang Dunia II dan Perang Korea, banyak petinggi Goldman yang menempati posisi di pemerintahan.

Sementara itu, bank investasi lain di Wall Street, menyampaikan sikap dengan pendekatan yang lebih halus. CEO JPMorgan Chase & Co. Jamie Dimon, dalam memo kepada para pegawainya, memberikan sebuah pesan. "Negara ini diperkuat oleh keragaman dunia," tulis Dimon tanpa menyatakan opininya terhadap kebijakan Trump.

(Baca: Janji Rekrut Pengungsi untuk Lawan Trump, Starbucks Terancam Boikot)

Di pihak lain, Wells Fargo & Co., Morgan Stanley serta Bank of America Corp. terus memantau dampak larangan imigrasi terhadap para pekerjanya. Adapun, Bos Citigroup Inc. Mike Corban mengatakan kebijakan Trump memprihatinkan.

CEO Mastercard Inc. Ajay Banga, yang merupakan imigran, turut menyampaikan pandangannya melalui sebuah memo kepada para karyawan. "Larangan tersebut telah menyebabkan keretakan dalam masyarakat." (Baca: Ini Kondisi 7 Negara yang Warganya Ditolak AS)

Berbeda dari para pejabat bank yang mengecam kebijakan Trump, CEO perusahaan pengelola dana swasta (private equity) terbesar dunia, BlackRock Inc., Steve Schwarzman menolak berkomentar.

Trump mengeluarkan larangan masuk ke AS bagi para imigran asal Irak, Iran, Libya, Somalia, Sudan, Syiria dan Yaman selama tiga bulan mendatang. Kebijakan tersebut telah menimbulkan kehebohan di seluruh dunia.