Demonstrasi Picu Penarikan Dana Asing di Hong Kong US$ 15,6 Miliar

ANTARA FOTO/REUTERS/Kai Pfaffenbach
Pengunjuk rasa membawa poster dan bendera Amerika Serikat saat reli ke Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Hong Kong, China, Minggu (8/9/2019). Mereka meminta RUU Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Hong Kong disahkan oleh Kongres AS.
Penulis: Hari Widowati
11/9/2019, 10.58 WIB

Cadangan devisa Hong Kong anjlok US$ 15,6 miliar atau sekitar Rp 214,8 triliun menjadi US$ 432,8 miliar (Rp 6.059,2 triliun) pada Agustus 2019. Menurut Bank Sentral Hong Kong, penarikan dana asing ini merupakan yang terbesar sejak data cadangan devisa dipublikasikan pada 1997.

Para analis menilai, penarikan dana asing itu disebabkan investor asing menghindari kondisi Hong Kong yang kurang kondusif sejak berlangsungnya demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang Ekstradisi. Arus keluar modal asing itu juga ada hubungannya dengan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang kembali memanas.

Total nilai cadangan devisa sebesar US$ 432,8 miliar itu setara dengan tujuh kali perputaran dana di Hong Kong atau 45% dari total uang beredar. Analis mengatakan, penurunan tajam pada cadangan devisa terjadi seiring penurunan ekspor Hong Kong. Namun, gambaran yang lebih jelas baru bisa diketahui setelah pemerintah mengumumkan data kuartalan, termasuk aliran dana ke pasar saham dan obligasi, serta data investasi asing langsung (foreign direct investments) yang akan diumumkan pada pertengahan September dan Desember mendatang.

"Pengalaman yang lampau menunjukkan investasi portofolio adalah salah satu yang paling terdampak oleh penarikan dana asing," kata Frances Cheung, Kepala Ekonom Asia untuk Westpac Banking Corporation, seperti dikutip South China Morning Post. Penyebab lainnya adalah ekspor barang neto yang negatif.

Bulan lalu, bank sentral Hong Kong membantah rumor yang menyebutkan institusi tersebut meminjamkan US$ 400 miliar dari cadangan devisanya ke Tiongkok melalui mekanisme currency swaps. Bank sentral Hong Kong menegaskan bahwa cadangan devisanya diawasi oleh Komisi Audit Hong Kong dan auditor independen lainnya.

(Baca: Hong Kong Cabut RUU Ekstradisi, Rupiah dan Mata Uang Asia Menguat)

Likuiditas Perbankan Mengetat

Bank sentral Hong Kong juga memperkenalkan aturan baru yang memungkinkan perbankan di wilayah tersebut meminjam dana dari bank sentral ketika menghadapi pengetatan likuiditas. Ini merupakan antisipasi bank sentral untuk menjaga sistem perbankan dari guncangan yang disebabkan oleh unjuk rasa yang berkepanjangan.

Kepala Ekonom Asia Pasifik Natixis, Alicia Garcia-Herrero, mengatakan kebijakan bank sentral itu menunjukkan kondisi cadangan devisa yang menurun dengan cepat. Sektor properti juga tertekan karena minat masyarakat untuk membeli properti di Hong Kong turun drastis. Para analis memprediksi tahun ini hanya akan ada 40 ribu penjualan properti, ini merupakan level terendah sejak 1996.

Natixis menggunakan analisis big data untuk mengetahui penurunan keyakinan konsumen terhadap sektor properti di Hong Kong. Sebaliknya, minat untuk membeli di luar negeri melambung.

Kondisi ini diperburuk dengan ditariknya dana asing dari bursa Hong Kong. Indeks Hang Seng sudah turun 12% dari level tertinggi yang dicapai pada April lalu ke level saat ini di kisaran 26.600 poin.

Kurangnya kontrol aliran modal menyebabkan perputaran dana di wilayah tersebut akan tetap berfluktuasi. Apalagi, beberapa dana ekonomi yang menjadi kunci pertumbuhan Hong Kong menunjukkan penurunan, antara lain data penjualan retail, kunjungan wisatawan asing, dan perdagangan.

(Baca: HSBC hingga Li Ka-shing Minta Stabilitas Hong Kong Dipulihkan)

Fitch Pangkas Peringkat Utang 

Pekan lalu, Fitch Ratings memangkas peringkat utang Hong Kong dari AA+ menjadi AA sedangkan prospek utang wilayah tersebut diturunkan dari stabil menjadi negatif. Ini merupakan pemangkasan peringkat utang pertama yang dilakukan Fitch terhadap Hong Kong sejak 1995.

Fitch beralasan, demonstrasi anti pemerintah dan respons pemerintah Hong Kong terhadap aksi ini menghancurkan persepsi internasional terhadap pusat keuangan Asia tersebut. Kualitas dan efektivitas sistem pemerintahan dan hukum di Hong Kong diuji. Investor juga mempertanyakan upaya pemerintah untuk menstabilkan dan membuat iklim bisnis di kawasan tersebut kembali normal.

(Baca: Dampak Demonstrasi, Orang Kaya di Hong Kong Ajukan Visa ke Australia)