Bose Tutup 119 Gerai dan PHK Karyawan, Tak Termasuk di Indonesia

123RF.com/Alexander Podshivalov
Bose, produsen produk home and audio, pada Kamis (16/1), mengumumkan rencana penutupan gerai-gerai retailnya di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat (AS), Jepang, Uni Eropa, dan Australia.
Penulis: Hari Widowati
17/1/2020, 17.13 WIB

Bose, perusahaan teknologi yang memproduksi headphones, pengeras suara, dan produk home audio, berencana menutup 119 gerai retailnya di Amerika Utara (AS dan Kanada), Eropa, Jepang, dan Australia dalam beberapa bulan ke depan. Strategi ini diambil karena perusahaan akan fokus menjual produknya melalui e-commerce untuk mengikuti tren masyarakat yang semakin menggemari belanja online.

Perusahaan akan memangkas ratusan karyawan. Bose akan memberikan pesangon bagi karyawan yang terdampak penutupan gerai-gerai retail tersebut. Seperti dilansir CNN.com, Bose tetap mempertahankan 130 gerai retail yang ada di Tiongkok, Uni Emirat Arab, India, Korea Selatan, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

"Awalnya, toko fisik kami memberi kesempatan bagi orang-orang untuk merasakan, mengetes, dan berbicara langsung kepada kami tentang berbagai komponen sistem hiburan rumah, CD, dan DVD," ujar Wakil Presiden Pemasaran Global Bose, Colette Burke.

Penutupan gerai retail secara besar-besaran ini semula dianggap sebagai ide yang radikal. Namun, Bose menyatakan produknya masih bisa dibeli di berbagai situs belanja daring, seperti Amazon, BestBuy, Target, Apple Store, dan distributor lainnya, maupun melalui situs mereka sendiri.

Menurut News.co.au, Bose berdiri di Massachusetts, Amerika Serikat (AS) pada 1964 dan dikenal dengan teknologi peredam kebisingan pada headphones produksinya. Perusahaan membuka gerai retail pertamanya pada 1993. Produk-produk Bose berkembang pesat ke berbagai produk audio lainnya, seperti pengeras suara, produk audio profesional, kacamata hitam dengan speaker internal, hingga sistem audio mobil dan rumah.

(Baca: Puluhan Gerai Inggris Tutup, Mothercare Tetap Beroperasi di Indonesia)

Tren Belanja Online

Tren belanja online yang terus meningkat diduga menjadi penyebab utama berbagai perusahaan menutup gerai fisik. Berdasarkan laporan Coresight Research, pada 2019 terdapat 9.032 toko yang ditutup di AS. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 59% dibandingkan 2018.

Riset lainnya dari UBS memperkirakan penjualan online akan mencapai 25% dari total penjualan retail pada 2026. Hal tersebut dapat memaksa lebih dari 75 ribu perusahaan untuk menutup tokonya, termasuk 20 ribu toko pakaian dan 10 ribu toko elektronik.

Seperti dilansir Business Insider, pada 2019 ada sejumlah perusahaan retail besar yang menutup gerainya. Berikut ini sepuluh di antaranya.

1. Payless
Payless, peritel alas kaki yang dikenal dengan diskon besar-besaran yang ditawarkannya, mengajukan pailit pada Februari 2019. Perusahaan menutup 2.100 gerainya di AS dan Puerto Rico, sebanyak 16 ribu pegawai kehilangan pekerjaannya. Awal tahun ini, Payless kembali mengumumkan rencananya untuk menutup 700 gerai di Amerika Latin, Asia, dan Timur Tengah.

2. Gymboree
Gymboree Group yang menjual pakaian anak-anak mengajukan pailit pada Juni 2017 dan menutup hampir 400 toko. Tahun lalu, perseroan mengajukan reorganisasi dengan menutup 800 gerai di bawah bendera Gymboree dan Crazy 8. Gymboree tak mampu bersaing dengan Amazon, Walmart, Target, dan The Children's Place. Merek Gymboree akhirnya dibeli oleh The Children's Place dan akan dijual di 200 gerainya mulai awal tahun ini.

(Baca: Forever 21 Bangkrut dan Berencana Tutup Ratusan Toko, Apa Penyebabnya?)

3. Dress Barn
Sepanjang tahun lalu, Dress Barn menutup 650 gerainya. Perusahaan yang dimiliki oleh Ascena Retail Group ini telah beroperasi lebih dari 50 tahun dengan menjual pakaian wanita. "Keputusan ini sulit, tetapi perlu dilakukan karena jaringan Dress Barn tidak bisa beroperasi dengan level profitabilitas yang bisa diterima di bisnis retail saat ini," kata CFO Dress Barn, Steven Taylor, seperti dikutip Business Insider.

4. Charlotte Russe
Pada Februari 2019, Charlotte Russe menutup 94 toko setelah mengajukan rencana reorganisasi. Perusahaan juga mengumumkan akan menutup 416 gerai Charlotte Russe dan 10 gerai Peek Kids sejak Maret 2019.

5. Fred's
Pengelola jaringan toko grosir Fred's menutup 159 toko pada April 2019. Kemudian, perusahaan menambah jumlah toko yang ditutup sebanyak 104 toko pada Mei 2019 disusul 49 toko pada Juni 2019. Akhirnya, September lalu perusahaan mengajukan pailit, total jumlah toko yang ditutup mencapai 520 toko.

(Baca: Giant Supermarket Tutup, 4 Perusahaan Ini Lebih Dulu Tutup Gerai)

6. Family Dollar
Dollar Tree, perusahaan retail yang menjual berbagai pernak-pernik dengan harga murah, mengumumkan rencana untuk mengubah 200 gerai Family Dollar menjadi Dollar Tree. Perusahaan juga menutup 390 gerai di bawah merek Family Dollar.

7. Shopko
Shopko, peritel pakaian wanita, mengajukan pailit pada Januari 2019. Perusahaan semula hanya akan menutup 251 tokonya jika berhasil menjual bisnisnya kepada investor yang berminat. Rencana ini gagal sehingga jumlah toko yang harus ditutup Shopko mencapai 371 toko.

(Baca: Payless Diisukan Bangkrut, MAP Tetap Buka 18 Gerai Hingga Akhir Tahun)

8. Charming Charlie
Charming Charlie, perusahaan retail yang menjual perhiasan dan aksesoris, mengajukan pailit pada Juli 2019. Perusahaan menutup 261 toko yang tersebar di 38 negara bagian di AS per Agustus 2019.

9. Chico's
Perusahaan yang menjual pakaian wanita ini akan menutup 100 gerai Chico's, 90 gerai White House Black Market, dan 60 gerai Soma dalam tiga tahun ke depan.

10. Gap
Pada Februari 2019, Gap mengumumkan akan menutup 230 toko dalam dua tahun ke depan. Perusahaan juga berencana menjual salah satu merek yang dimilikinya, yakni Old Navy.

Reporter: Destya Galuh Ramadhani (Magang)