Kebutuhan Bahan Baku Besar, Harga Makanan Terancam Naik Usai Lebaran

ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Proses produksi industri makanan dan minuman di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Rabu (13/9/2017). Pengusaha makakanan minuman memprediksi bakal terjadi kenaikan harga produk mamin pasca lebaran yang dipicu oleh meningkatnya kebutuhan bahan baku impor dan kurs rupiah yang melemah.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
30/4/2020, 04.19 WIB

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) mengkhawatirkan akan terjadi kenaikan harga makanan dan minuman pasca Lebaran. Kenaikan harga barang dipicu oleh meningkatnya kebutuhan impor bahan baku usai lebaran, ditambah kurs rupiah yang masih melemah.

"Kurs rupiah melemah dan ini sangat bermasalah, nanti diperkirakan akan ada kenaikan harga sangat signifikan," kata Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga Gapmmi Rachmat Hidayat kepada katadata.co.id, Rabu (29/4).

Menurutnya, tambahan impor bahan baku belum dibutuhkan untuk persiapan produksi jelang Ramadan hingga Lebaran ini. Sebab, stok bahan baku makanan dan minuman sudah dipersiapkan sejak awal tahun.

(Baca: Industri Makanan & Minuman Keluhkan Kebijakan Pemerintah Tidak Sinkron)

Namun, penambahan stok impor bahan baku baru dalam jumlah besar akan dilakukan setelah Lebaran. Dengan kondisi nilai tukar yang melemah, ongkos produksi industri makanan dan minuman akan meningkat.

Selain faktor kurs, Rachmat juga mengkhawatirkan kendala pasokan bahan baku di negara produsen. Sebagaimana diketahui, pandemi virus corona (Covid-19) telah membuat berbagai negara membatasi aktivitas fisik sehingga berpotensi menurunkan produksi di negara tersebut.

Meski ada kendala bahan baku, Rachmat memastikan industri mamin bakal tetap bisa berproduksi. Sebab, sektor makanan dan minuman mendapat pengecualian dalam aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

(Baca: Krisis Pangan Dunia Menghantui Indonesia)

Mengacu pada Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot pada Rabu (29/4) sebesar Rp 15.295 per dolar Amerika Serikat (AS). Nilai tukar rupiah tersebut telah melemah 10,09% dibandingkan posisinya pada awal tahun ini.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan pada 2019, total impor makanan dan minuman belum diolah untuk industri sebesar US$ 5,72 miliar atau meningkat 3,12% dibandingkan 2018. Sementara impor produk tersebut pada Januari-Februari 2020 mencapai US$ 936,7 juta.

Sedangkan impor makanan dan minuman olahan untuk industri US$ 3,1 miliar, turun 4,85% secara tahunan. Adapun, impor produk tersebut pada dua bulan awal tahun ini mencapai US$ 505 juta.

Reporter: Rizky Alika