Toyota Investasi Rp 28 Triliun untuk Bangun Mobil Listrik di Indonesia

ANTARA FOTO/AUDY ALWI
Presiden Direktur PT Toyota-Astra Motor (TAM) Yoshihiro Nakata (kedua kiri) didampingi Wakil Presiden Direktur Henry Tanoto (kedua kanan), Direktur Anton Jimmi Suwandy (kiri) dan Kazunori Minamide (kanan) secara simbolis menyerahkan Toyota C-HR Hybrid kepada First Customer, pebalap Rio Heryanto (tengah) saat peluncurannya di Jakarta, Senin (22/4/2019). C-HR Hybrid merupakan kendaraan elektrifikasi ramah lingkungan terbaru Toyota yang dipasarkan secara resmi di Indonesia.
Penulis: Ekarina
28/6/2019, 16.00 WIB

Kebijakan pemerintah mendorong pengembangan kendaraan listrik menarik minat investasi perusahaan manufaktur otomotif Jepang. Toyota Motor Corp. dikabarkan bakal menyuntik US$ 2 miliar atau sekitar Rp 28,3 triliun untuk pengembangan mobil listrik dalam empat tahun ke depan. 

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, President Toyota Motor Corp. Akio Toyoda dalam sesi One on One Meeting, di Osaka, Jepang, mengatakan perusahaan bakal mengembangkan kendaraan berbasis listrik khususnya hybrid di Indonesia dengan investasi tersebut.

“Rencana investasi Toyota berikutnya terkait dengan kebijakan pemerintah yang baru, yaitu pengembangan mobil listrik," kata Airlangga dalam keterangan tertulis dikutip Jumat (28/6).

(Baca: Toyota Bidik Penjualan 340 Unit C-HR Hybrid)

Menurutnya, pengembangan mobil listrik akan diatur dalam dua Peraturan Pemerintah (PP). Pertama, PP mengenai percepatan kendaraan berbasis elektrik. Kedua, penerapan PPnBM untuk industri berbasis elektrik, yang di dalamnya termasuk hybrid. "PPnBM itu akan menjadi nol kalau berbasis elektrik dan emisinya paling rendah,” ujarnya.

Kementerian Perindustrian bersama salah satu produsen otomotif Jepang lainnya, telah melakukan studi pengembangan dan penggunaan kendaraan listrik. Kegiatan ini juga melibatkan enam perguruan tinggi di Indonesia.

"Dari hasil studi itu terlihat hybrid menjadi salah satu alternatif karena well to wheel, di mana dilihat juga ekosistem pembangkitan energi, mulai dari primary energy sampai kepada penggerak otomotif,” katanya.

Kemenperin telah mendorong pengembangan teknologi kendaraan listrik di dalam negeri, termasuk mengenai pembuatan fuel cell. Pengembangan kendaraan listrik tengah menjadi salah satu fokus pemerintah. Hal ini bertujuan untuk menurunkan impor bahan bakar minyak (BBM).

Indonesia menargetkan produksi kendaraan bermotor listrik dapat mencapai 20% dari total produksi kendaraan bermotor pada 2025. Artinya, dalam enam tahun mendatang ada 400 ribu mobil dan dua juta motor listrik yang diproduksi di Indonesia.

(Baca: Menteri Luhut: Perpres Kendaraan Listrik Paling Lambat Terbit Mei 2019)

Selain investor Jepang, minat mengembangkan mobil listrik di Indonesia juga datang dari pabrikan asal Korea Selatan, Hyundai Motor Co. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengatakan, Hyundai bakal membenamkan investasi US$ 1 miliar untuk mendirikan pabrik mobil listrik.

"Kami finalisasi negosiasi dengan Hyundai," kata Luhut di acara Indonesia Economic Day 2019 yang diselenggarakan DBS dan Katadata, di Jakarta, Kamis (31/1). 

Mobil listrik yang akan diproduksi Hyundai tersebut rencananya menggunakan baterai lithium yang diproduksi di Morowali. Konsorsium perusahaan multinasional akan membangun pabrik lithium tersebut dengan nilai investasi US$ 700 juta atau sekitar Rp 9,8 triliun.

Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam konsorsium tersebut adalah GEM Co Ltd dengan kepemilikan saham 36%, Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL) sebesar 25%, Tsingshan Group sebesar 21%, Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) sebesar 10%, dan Hanwa dari Jepang dengan porsi 8%.

"Baterai lithium ini juga bisa kita ekspor ke Australia, negara-negara ASEAN, sampai Afrika," kata Luhut.

Teken Kerjasama dengan Jepang

Pemerintah Indonesia dan Jepang sepakat  meningkatkan kerja sama yang komprehensif dalam upaya pengembangan di sektor industri manufaktur. Hal tersebut diharapkan mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi kedua negara.

Kolaborasi bilateral Indonesia-Jepang dituangkan melalui penandatanganan framework document antara Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dengan Ministry of Economy, Trade, and Investment (METI) Jepang, Hiroshige Seko di Osaka, Jepang, Kamis (27/6) waktu setempat.

Sinergi ini merupakan implementasi dari proyek The New Manufacturing Industry Development Center (New MIDEC) di bawah kerangka kerja sama Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).

(Baca: Ekspor Mobil Tahun Ini Diprediksi Capai 450 Ribu Unit)

“Dengan adanya kerja sama New MIDEC ini bisa mengkompensasikan defisit perdagangan antara Indonesia dan Jepang dalam bentuk capacity building yang sifatnya dasar untuk sektor manufaktur. Misalnya, kapasitas untuk teknik pengelasan atau skill lain  di industri otomotif,” kata Airlangga.

Kegiatan New MIDEC meliputi enam sektor, yaitu industri otomotif, elektronik, tekstil, makanan minuman, kimia serta logam. Selain itu juga terdapat tujuh lintas sektor, yaitu metal working, mold & dies (tooling), welding, SME development, promosi ekspor dan investasi, industri hijau, serta industry 4.0 (digitalisasi dan otomatisasi).