Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) meminta produsen biodiesel memperhatikan kadar air yang terkandung dalam biodiesel. Apalagi penerapan biodiesel 30% (B30) bakal segera dimulai pada awal tahun depan.
Sekertaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan penerapan B30 sudah melawati tahap uji coba. Namun, produsen biodiesel tetap harus memperhatikan kandungan air dalam B30.
Sebagai minyak nabati yang dihasilkan oleh tumbuhan, campuran antara minyak sawit dan solar berpotensi memiliki kandungan air yang cukup banyak. Di sisi lain, kadar air yang terkandung dalam biodiesel akan mempengaruhi pembakaran mesin kendaraan bermotor.
"Kandungan airnya maksimal sekitar 200-250 mg/liter," kata Guguh dalam acara Kesiapan Industri Otomotif Menuju Era 4.0 di Jakarta, Rabu (4/12).
(Baca: Menko Ekonomi Sebut Penerapan B30 Bisa Hemat Devisa US$ 8 Miliar)
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono menjelaskan pengembangan biodiesel diharapkan meningkatkan permintaan minyak sawit di dalam negeri dan mengurangi ketergantungan terhadap pasar luar negeri. Kebjakan ini dilakukan dengan menjadikan minyak sawit sebagai campuran bahan bakar solar.
"Kalau B20 penyerapannya bisa mencapai 6 juta ton, B30 sekitar 10 juta ton," ujar Kasdi di Jakarta, Senin (25/11).
Penerapan B20 diklaim telah berhasil meningkatkan harga minyak sawit menjadi US$ 600 per ton. Kebijakan ini juga disebut menghemat devisa mencapai Rp 28,4 triliun karena mengurangi impor solar.
Pemerintah rencananya akan meningkatkan penerapan biodoesel hingga B100. Namun, penerapannya disebut membutuhkan waktu yang cukup panjang.
Hingga saat ini minyak kelapa sawit masih menjadi salah satu komoditas andalan Indonesia dan penyumbang devisa terbesar. Kontribusi devisa minyak sawit mencapai US$ 18,9 miliar atau setara Rp 265 triliun pada 2018.
(Baca: Jokowi Tak Tinggal Diam Terhadap Diskriminasi Sawit oleh Uni Eropa)