Pemerintah Relaksasi Impor Bahan Baku Produksi Baja dari Limbah

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Pemerintah memutuskan untuk merelaksasi aturan impor bahan baku produksi baja yang berasal dari limbah, yakni slag baja dan kepingan (scrap) logam.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
12/2/2020, 15.36 WIB

Pemerintah akan merelaksasi aturan impor bahan baku produksi baja yang berasal dari limbah. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan keputusan ini diambul untuk mendorong industri baja nasional.

Pasalnya, produksi industri baja nasional selama ini masih terhambat oleh kekurangan bahan baku. Beberapa bahan baku yang akan direlaksasi impornya seperti slag atau limbah padat baja, serta kepingan (scrap) logam baja.

Selama ini, slag baja dan kepingan logam dianggap sebagai limbah sehingga impornya akan melanggar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 84 tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-Bahan Berbahaya dan Beracun Sebagai Bahan Baku Industri.

Aturan tersebut pun telah diperbaharui melalui Permendag 92/2019, namun masih belum mampu mempermudah impor slag baja dan kepingan logam. "Diputuskan bahwa slag (baja) tidak lagi perlu dianggap sebagai limbah," ujar Agus di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (12/2).

(Baca: Sebut Impor Baja Sumber Defisit Dagang, Jokowi Soroti Bahan Baku & Gas)

Secara khusus, Agus menyebut ada kebutuhan 9 juta ton kepingan logam untuk mendukung produksi billet baja di dalam negeri. Hanya saja, adanya aturan tersebut membuat Indonesia hanya bisa mengimpor kepingan sekitar 4-5 juta ton.

Alhasil, Indonesia harus mengimpor billet baja secara langsung dari luar negeri. "Kalau selisih harga (billet baja) antara impor dan industri dalam negeri US$ 100 per tonnya kali 4 juta, maka menghasilkan defisit sebesar US$ 400 juta," kata Agus.

Demi mendorong pengembangan industri baja nasional, pemerintah juga akan mendorong kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI). Kedua kebijakan itu bakal diterapkan demi mengantisipasi banjir impor baja ke Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor besi dan baja sepanjang 2019 mencapai US$ 10,39 miliar. Angka ini meningkat 1,42% ketimbang tahun sebelumnya yang senilai US$ 10,25 miliar. "Pengaturan impor baja pada intinya untuk menahan agar pasokan dalam negeri tetap dalam porsi yang maksimal," kata dia.

(Baca: Pemerintah Ungkap 2 Alasan Baja Impor Lebih Dipilih Dibanding Lokal)

Pemerintah pun bakal mendorong utilisasi dari industri baja nasional. Agus menilai, utilisasi dari industri baja dalam negeri rata-rata masih sebesar 50%. Hal tersebut membuat produk-produk yang dihasilkan industri baja nasional sulit untuk bersaing, baik dari sisi harga maupun kualitas.

"Maka salah satu hal terpenting adalah bagaimana kita mendorong industri baja, baik BUMN atau swasta bisa melakukan proses update dari teknologi sendiri," ucapnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengeluhkan besarnya impor besi dan baja yang cukup besar ke Indonesia. Menurut Jokowi, besarnya impor besi dan baja ini menjadi salah satu sumber defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan Indonesia.

Hal tersebut juga menyebabkan utilitas pabrik baja di dalam negeri menjadi sangat rendah dan terganggu. Atas dasar itu, Jokowi menilai perlu ada dorongan agar industri baja dan besi di dalam negeri makin kompetitif dan dapat berproduksi lebih optimal.

“Sehingga perbaikan manajemen korporasi, pembaharuan teknologi permesinan, terutama di BUMN industri baja terus dilakukan,” kata Jokowi.

(Baca: Impor Tinggi, Jokowi: Buka Lebar Investasi di Sektor Baja & Petrokimia)

Reporter: Dimas Jarot Bayu