Pelaku usaha industri tekstil dan produk tekstil menyatakan, tidak terlalu berharap momen bulan puasa atau ramadan serta Idul Fitri mampu mendongkrak kinerja industri tekstil.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) bahkan memproyeksi, menjelang hari raya Idul Fitri, industri tekstil akan mengalami perlambatan. Pasalnya, pandemi virus corona atau yang melanda menyebabkan masyarakat akan mengurangi pembelian khususnya produk-produk tekstil.
"Proyeksi Lebaran kami tidak terlalu berharap terlalu tinggi, karena konsumsi utama pasti untuk makanan. Untuk tekstil pasti di nomor dua kan," ujar Ketua API Jemmy Kartiwa Sastramaja, saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Senin (23/3).
Ia memandang, sebelumnya momen ramadan dan Idul Fitri memang menjadi momen di mana industri tekstil mampu mencatatkan peningkatan yang signifikan. Namun tahun ini menurutnya berbeda, dengan adanya pandemi corona.
"Kalau untuk tahun ini kita targetnya sangat konservatif, jadi mungkin tidak akan terjadi peningkatan signifikan di periode lebaran," kata dia.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menjelaskan, hingga saat ini belum ada perubahan proyeksi pertumbuhan tahun 2020. Namun, jika melihat permintaan pasar yang melambat, tentu akan ada koreksi pertumbuhan bisnis.
Apalagi, ia menilai kondisi saat ini diperburuk dengan banyaknya produk-produk impor, sehingga pasar semakin mengecil dan produk dalam negeri kesulitan untuk mencari pasar domestik.
(Baca: Pelaku Usaha Tekstil Pesimistis Ekspor Mampu Tumbuh 10% Imbas Corona)
"Beberapa bulan ke belakang impor garmen naik, di tengah pasar lagi turun, artinya pasarnya mengecil justru impor garmen masuk. Ini akan menambah tekanan industri lokal dari hulu ke hilir, rebutan dengan garmen impor dan UMKM juga terdampak," kata dia.
Lesunya permintaan mulai terlihat di beberapa pasar garmen di DKI Jakarta, salah satunya sentral produk garmen di Pasar Tanag Abang. Berdasarkan pantauan Katadata.co.id, di Blok A lantai 5 pengunjung sangat sedikit yang berbelanja. Pedagang hanya disibukan dengan menghitung stok barang atau membersihkan toko.
Sementara, salah satu pedagang yang ditemui, Sobri (26) mengatakan, sepinya penjualan tidak hanya di tokonya saja. Hampir semuanya mengalami penurunan pendapatan, hingga 50%. Tak hanya penjualan di pusat perbelanjaan, penjualan online pun terdampak pandemi corona.
"Jadi saya jual online dan offline, sekarang semuanya turun hampir ada 50% rata-rata penurunan penjualannya," kata Sobri.
Kondisi tersebut telah terjadi selama satu bulan terakhir. Meski demikian, hingga saat ini belum ada kenaikan harga, sebab pedagang biasanya menumpuk stok sejak lama, sehiingga tidak ada kenaikan harga.
Hal senada juga dialami oleh Agus Setiawan (29). Pedagang asal Banyumas, Jawa Tengah ini biasanya dapat mengantongi pendapatan hingga Rp 2 juta per hari. Namun, sekarang untuk mencapai separuhnya saja dirasa sangat sulit.
Meskipun khawatir tertular virus corona, Agus mengatakan akan terus membuka dagangannya setiap hari. Sebab, dirinya mengakui tak memiliki pilihan lain untuk menyambung hidupnya dan keluarga.
(Baca: Pandemi Corona Pukul Industri Tekstil, Buruh Terancam PHK)