Kementerian ESDM Terbitkan Aturan Harga Patokan Penjualan Nikel

PT Antam TBK
Ilustrasi bijih nikel
24/4/2020, 06.41 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan aturan baru tentang penetapan harga patokan penjualan mineral logam dan batu bara. Regulasi ini juga mengatur tentang tata niaga nikel di dalam negeri.

Aturan yang dimaksud yakni Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020, yang ditandatangani oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 13 April dan diundangkan sehari kemudian. Reguleri ini merupakan perubahan ketiga atas Permen ESDM Nomor 07 Tahun 2017.

Di dalam permen tersebut, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi (OP) mineral logam wajib mengacu pada harga patokan mineral (HPM) saat menjual bijih nikel. Aturan ini berlaku juga bagi IUP khusus (IUPK) OP mineral logam.

Kewajiban itu juga ditetapkan untuk pemegang IUP dan IUPK OP yang menjual bijih nikelnya ke perusahaan afiliasi. (Baca: RI Tunggu Respons Uni Eropa Setelah Konsultasi soal Larangan Nikel)

"Bagi pihak lain yang melakukan pemurnian bijih nikel, yang berasal dari pemegang IUP  dan IUPK OP mineral logam wajib membeli dengan mengacu pada HPM," demikian dikutip dari dari Permen ESDM, kemarin (23/4).

Dalam aturan itu, pemerintah mengatur batas harga dasar (floor price) dengan menetapkan rentang toleransi (buffer). Kisaran ditetapkan untuk mengantisipasi jika harga transaksi melebihi HPM logam.

Apabila harga transaksi lebih rendah dari HPM logam, maka penjualan bijih nikel dapat dilakukan di bawah patokan dengan selisih paling tinggi 3%. Dengan syarat, transaksi ini dilakukan pada periode kutipan sesuai harga acuan atau terdapat penalti atas mineral pengotor (impurities).

Kebijakannya akan berbeda jika transaksi dilakukan pada periode kutipan sesuai harga acuan atau terdapat bonus atas mineral tertentu. Dalam kasus ini, apabila harga transaksi lebih tinggi dari HPM, maka penjualan wajib mengikuti harga transaksi diatas HPM logam.

(Baca: BKPM: Larangan Ekspor Bijih Nikel Sesuai UU Minerba)

Jika ada pihak yang melanggar aturan tersebut, maka pemerintah akan memberikan peringatan dan sanksi. Mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha hingga pencabutan izin.

Pada November tahun lalu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan pengusaha menyepakati harga jual bijih mentah nikel kepada perusahaan smelter dalam negeri maksimal US$ 30 per metrik ton. Sedangkan, harga minimalnya US$ 27 per metrik ton.

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menjelaskan kesepakatan tersebut ditetapkan setelah adanya pertemuan antara BKPM dengan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) serta Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan & Pemurnian Indonesia (AP3I).

Harga nikel tersebut mengacu pada standar internasional serta komponen lainnya dan berlaku hingga 31 Desember 2019. (Baca: Bahas Sengketa Sawit & Nikel, RI Akan Hadapi Eropa Januari 2020)

Reporter: Verda Nano Setiawan