PT Vale Indonesia Tbk mematok harga saham divestasi yang berbeda untuk pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ini mengacu amendemen Kontrak Karya (KK) tahun 2014.

Chief Financial Officer Vale Indonesia Febriany Eddy mengatakan sesuai dengan kontrak itu, harga untuk BUMN ketika ditawarkan sebelum jatuh tempo akan dibahas menggunakan skema bisnis yang wajar (business to business/ b to b) dan harga pasar. Jadi, orientasi yang dipakai adalah keuntungan atau profit.

Sedangkan, jika saham divestasi itu ditawarkan ke pemerintah setelah jatuh tempo akan menggunakan biaya penggantian (replacement cost). "Kalau di Kontrak Karya diatur floor price-nya itu minimum impelemented replacement cost, tapi kalau yg ambil BUMN itu B to B market valuenya. " kata Febri, di Jakarta, Kamis (7/2).

Adapun, per hari ini, market cap untuk saham Vale sekitar Rp 38 triliun. Asumsinya adalah saham vale yang beredar saat ini yaitu 9.936.338.720, dengan harga per lembarnya Rp 3.860.

Presiden Direktur Vale Nicolas Kanter mengatakan saat ini pihaknya telah berkonsultasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai proses divestasi. "Kalau kami selama ini selalu proaktif, jangan tenggat waktu baru bergerak," kata dia.

Vale memiliki tenggat waktu untuk menawarkan saham divestasi hingga Oktober 2019. Akan tetapi, Desember 2018 Vale telah mengirimkan pemberitahuan akan melakukan divestasi saham kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM.

Namun, Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM belum membalas pesan tersebut. Setelah pemberitahuan tersebut terbalas, perseroan akan menawarkan kepada BUMN pertambangan.

Sebelumnya, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak, jika nantinya saham Vale yang ditawarkan itu di BUMN, maka sudah dianggap divestasi. Vale, hanya perlu meminta persetujuan dari Kementerian Keuangan dan diantarkan Kementerian ESDM.

“Kalau ternyata sudah terjadi transaksi, itu dianggap sebagai pengakuan divestasi,” ujar dia, kepada Katadata.co.id, Kamis (31/1).

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan sudah menerima surat penawaran saham dari Vale. BUMN pun sangat berminat mengambil saham tersebut.

Meski begitu, hingga kini belum ada penugasan dari Kementerian BUMN untuk mengambil alih saham tersebut. “Inalum juga katanya berminat, tapi kami belum ada penugasan,” ujar dia di Jakarta, Jumat (1/2).

Sebaliknya, Direktur Utama Antam Arie Prabowo pun tidak mau berkomentar mengenai penawaran saham tersebut. Namun, anak usaha Inalum itu memberi sinyal tidak akan mengambil saham tersebut.

Menurut Arie ada prioritas yang akan dilakukan perusahaan. “Antam tidak.  Kami kan ada prioritas bagaimana cepat mengembangkan downstream. Kalau resourcebanyak, tapi downstream tidak jadi, buat apa,” ujar dia.

(Baca: Nasib Divestasi Saham Vale: Diminati Inalum, Ditolak Antam)

Seperti diketahui, sesuai dengan amandemen kontrak karya 2014, Vale wajib mendivestasi 40% sahamnya. Namun, pada tahun 1990 Vale sudah melepas sahamnya 20% melalui bursa. Sehingga tahun ini harus melepas sisanya.