Freeport Targetkan Konstruksi Smelter di Gresik Dimulai Tahun Depan

www.npr.org
tambang freeport
Editor: Ekarina
12/6/2019, 16.18 WIB

PT Freeport Indonesia (PTFI) menargetkan proses konstruksi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter)  perusahaan di Gresik, Jawa Timur bisa dimulai pada pertengahan tahun depan. 

Direktur Utama PTFI Tony Wenas mengatakan saat ini, progres pembangunan pabrik masih  berupa pematangan dan pemadatan tanah. Namun, pihaknya telah mendapatkan izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), sehingga diharapkan proses kontruksi bisa segera dikerjakan.

"Konstruksinya kan gede jadi harus dipastikan bahwa tanahnya betul-betul padat," ujarnya, saat ditemui di Jakarta, Rabu (12/6).

(Baca: Freeport Buka Opsi Bermitra untuk Bangun Smelter)

Hingga Februari 2019 progres pembangunan smelter Freeport baru mencapai 3,86%. Progres pembangunan akan meningkat signifikan jika telah memasuki tahap konstruksi.

Adapun konstruksi pabrik diperkirakan memakan waktu selama tiga tahun. Sehingga smelter tersebut diharapkan bisa mulai beroperasi pada 2022 dengan target kapaistas dua juta ton konsentrat.

Pendanaan Smelter Freeport

Pembangunan smelter diperkirakan menelan investasi sekitar US$ 3 miliar. Dari nilai investasi tersebut, US$ 150 juta akan dibiayai dari kas internal. Sementara mayoritas sisanya akan dibiayai dari pinjaman perbankan. 

Tony menyebut,  saat ini sudah ada sekitar 15 perbankan asing maupun dalam negeri yang telah menawarkan pinjaman. Namun, dia belum bisa memastikan jumlah besaran pinjaman yang didapat lantaran masih dalam proses pembicaraan. "Ini sedang dibicarakan dengan banknya, jumlahnya berapa, strukturnya, format, dan instrumennya," kata dia.

(Baca: Smelter Freeport di Gresik Dipastikan Mulai Beroperasi 2022)

Pembangunan smelter ini sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba), agar tidak mengekspor bahan mentah, perusahaan tambang diwajibkan melakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk hasil pertambangan.

Melalui tim pengawasan independen (independent verificator), pemerintah akan mengevaluasi progres pembangunan dalam rentan waktu enam bulan sekali. Jika tidak mencapai target yang telah ditentukan setiap enam bulan, maka izin ekspor perusahaan tersebut akan dicabut.

"Izin ekspor itu setiap tahun dikeluarkan, dan evaluasinya setiap enam bulan. Syaratnya harus membangun smelter sesuai dengan rencana," kata Direktur Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono, dalam keterangan pers, Minggu (6/5).

Reporter: Fariha Sulmaihati