Indeks Nikel Indonesia Diharapkan Dapat Perbaiki Harga Jual Domestik

Katadata
Ilustrasi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mendukung adanya pembentukan Indeks Nikel Indonesia (INI) untuk perbaiki harga jual domestik.
Editor: Sorta Tobing
4/7/2019, 19.54 WIB

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak mendukung adanya pembentukan Indeks Nikel Indonesia (INI). Indeks itu bisa menjadi referensi atau patokan harga jual nikel di domestik agar menguntungkan antara produsen dan konsumen.

Yunus menjelaskan, selama ini harga nikel di domestik masih memiliki masalah. Meski sudah ada Harga Patokan Mineral (HPM), tapi konsumen kerap membeli nikel dengan harga di bawah itu. Hal ini disebabkan oleh cadangan nikel yang tinggi, sedangkan kapasitas serapan nikel terutama untuk pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) masih rendah.

"Sebenarnya tidak boleh terjadi seperti itu. Harus ada harga yang wajar sesuai dengan biaya penambangan. Jadi penambang bisa tetap hidup," kata dia, saat ditemui di Jakarta, Kamis (4/7).

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin menjelaskan. selama ini penambang menjual nikel tidak memakai HPM tetapi menggunakan konsep bisnis ke bisnis.

Karena stok nikel yang terlalu banyak, industri smelter jadi penentu pembentukan harga nikel di pasar domestik. "Suka-suka smelter. Kalau tidak mau suplai, ambil dari produsen lain. Jadi (smelter) lebih kuat," kata dia.

(Baca: Lima Bulan Pertama 2019, Penjualan Bijih Nikel Antam Naik Nyaris 100%)

Meidy membeberkan biaya produksi bijih nikel dihitung sebesar US$ 16,7 per ton. Untuk HPM free on board (FOB) di bulan Juni 2019 dengan kadar nikel 1,7% sebesar U$ 26,66 wet metrik ton (wmt). Sedangkan harga domestik FOB tongkang di domestik sebesar US$ 15 per wmt, untuk ekspor FOB kapal harganya US$ 30 per wmt.

Sementara itu, dengan kadar nikel 1,8% HPM FOB pada Juni sebesar US$ 29,80 per wmt, dan FOB tongkang di domestik sebesar US$ 18 per wmt. Untuk kadar 1,9% FOB HPM Juni sebesar US$ 33,11, dan FOB tongkang di domestik sebesar US$ 21 wmt.

"Kami berharap ada perbaikan harga dengan adanya INI. Kalau harga lebih baik, pelaku bisa menyelesaikan kewajiban untuk pasca tambang, CSR (tanggung jawab sosial perusahaan), dan lingkungan," ucapnya.

Pembentukan INI nantinya akan melibatkan berbagai pihak, mulai dari penambang dan pemilik smelter. Ada pula keterlibatan pendukung penjualan nikel lainnya, yaitu pelabuhan, kontraktor, juga pemerintah daerah.

Berdasarkan data dari APNI cadangan nikel di Indonesia pada 2017 sebesar 4,5 juta metrik ton, Indonesia pun menjadi negara keenam yang memiliki cadangan nikel terbanyak. 

(Baca: Vale Pangkas Target Produksi Nikel Tahun ini)

Reporter: Fariha Sulmaihati