PT Timah Tbk (TINS) berencana membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di kota Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung, dengan biaya investasi sebesar US$ 80 juta atau sekitar Rp 1,14 triliun (kurs Rp 14.200 per dolar AS). Seluruh dana tersebut didapatkan dari pembiayaan dengan skema kredit ekspor melalui Finterra.
Direktur Keuangan Timah Emil Emindra mengatakan saat ini kedua belah pihak telah memiliki persetujuan prinsip untuk mengucurkan pembiyaan tersebut. Nantinya Finterra juga akan memverifikasi teknologi yang ramah lingkungan yang akan digunakan dalam pembangunan smelternya.
"Persetujuan final tergantung hasil dari mereka memverifikasi masalah lingkungan. Mereka akan memastikan teknologi ausmelt yang digunakan ramah lingkungan," ujarnya, saat ditemui di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (27/8).
(Baca: PT Timah Targetkan Smelter di Nigeria Beroperasi Tahun Ini)
Nantinya, smelter yang dibangun Timah akan akan menggunakan teknologi ausmelt yang dimiliki oleh perusahaan asal Finlandia, Outotec. Menurutnya, teknologi milik Outotec dinilai lebih ramah lingkungan. Adapun smelter ini akan memiliki kapasitas sebesar 45.000 ton.
Selain itu, saat ini Timah bersama Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) tengah mengkaji logam tanah jarang (rare earth). Perseroan saat ini sedang mengkaji masalah keekonomian proyek tersebut. Pasalnya, meski manfaat logam tanah jarang ini besar, namun secara persentase keberadaannya sangat kecil.
"Kami sedang melakukan studi kelayakan, berapa batasan jumlah tanah jarang akan bisa memenuhi aspek keekonomiannya," ujar Emil.
Produksi Timah Melonjak
Adapun pada semester I tahun ini, produksi logam timah telah mencapai 37.700 ton. Jumlah ini naik tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar 12.300 ton. Sedangkan, penjualan timah tercatat sebesar 31.600 ton, dengan rincian 98% masuk ke pasar ekspor, sisanya dijual di dalam negeri.
(Baca: Pasca Evaluasi Cadangan Rampung, Timah Eksplorasi Tambang di Myanmar)
Pada tahun ini perseroan menargetkan ekspor komoditas bijih timah sebesar 60.000 ton tahun ini atau sekitar 5.000 ton setiap bulannya. Ini berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2019.
Namun, sebenarnya angka ekspor yang disetujui 38.000 ton, atau meningkat 20% dibandingkan tahun lalu. Namun, Timah berupaya meningkatkan ekspor untuk membangun perekonomian dalam negeri.
Sementara itu perusahaan menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) tahun ini sebesar Rp 2,59 triliun. Nilai tersebut terdiri dari modal belanja perusahaan induk sebesar Rp 2,02 triliun dan anak usahanya senilai Rp 565 miliar.
Capex tahun ini relatif sama dengan capex yang dianggarkan tahun lalu yang sebesar Rp 2,6 triliun yang terdiri dari capex untuk perusahaan induk sebesar Rp 2,3 triliun dan Rp 300 miliar untuk anak perusahaan.
(Baca: Timah Habiskan Rp 40 miliar untuk Eksplorasi Sepanjang Maret)